D-ONENEWS.COM

Makam Peneleh Tak Terurus, Pemkot Prioritaskan UN Habitat

imageSurabaya,(DOC) – Pemkot Surabaya nampaknya tidak sulit mengucurkan anggaran untuk mempercantik kotanya guna menyambut gelaran konferensi internasional Prepatory (Prepcom) 3 for UN Habitat III pada 25-27 Juli 2016.

Puluhan miliar dikucurkan dari APBD Kota Surabaya tahun anggaran 2015 untuk menyambut pelaksanaan Prepcom 3 for UN Habitat III tersebut. Bahkan banyak pihak swasta yang diminta menaruh dana  corporate social responsibility (CSR), untuk persiapan event international agar citra kota Pahlawan ini baik.
Ketua DPRD Surabaya Armuji disela inspeksi mendadak (sidak) di kawasan Jalan Makam Peneleh menyatakan prihatin terhadap Pemkot mengalokasikan anggaran Rp30 miliar untuk persiapan UN Habitat. Sementara salah satu situs cagar budaya malah tak terurus. “Kalau bisa anggaran itu jangan untuk perbaikan Jalan Tunjungan, mengebut penyelesaian box culvert saja. Tapi makam Belanda Peneleh ini harus juga mendapat perhatian, sentuhan pemkot. Karena apa? Peserta UN Habitat ada sekitar 6.000 orang dari sekitar 150 negara. Tentu akan ada peserta dari Belanda, dan akan mengunjungi makan belanda di Jalan Makam Peneleh ini,” kata Armuji, Senin(13/06/2016).
Armuji yang sudah duduk 4 periode di dewan ini minta pemkot memasang lampu penerangan, paving di makam Belanda di Peneleh. “Dipasang lampu biar tidak terkesan sangar, gelap, jangan sampai makam ini disalahgunakan orang. Dipaving supaya kalau hujan jalan dalam makam tetap bisa dilalui,” imbuhnya.
Makam Belanda Peneleh, kata Armuji, sudah tidak digunakan. Berbeda dengan makam Tionghoa yang bersebelahan dengan makam belanda di Kembang Kuning, Kecamatan Sawahan yang masih aktif hingga kini. Makam Belanda Peneleh yang sejak lama tidak aktif diminta dirawat. “Kalau ada peserta UN Habitat asal Belanda dan datang ke makam leluhurnya kan memalukan kalau tidak terawatt. Mereka akan membawa cerita sekembalinya ke negaranya. Ini juga menyangkut citra Surabaya di mata dunia,” paparnya.
Armuji membandingkan keberadaan makam di Vietnam serta Jerman yang justru terawatt dan menjadi tujuan wisata. Bahkan di Jakarta banyak makam tua yang menjadi obyek dan tujuan wisata (ODTW). Bahkan makam di ibu kota itu untuk lokasi pemotretan.
“Surabaya harus bisa meniru ini. Disbudpar dan DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) harus koordinasi dalam mengelola makam Belanda ini. Di Jerman dan Vietnam, makamnya hanya kotak-kotak begitu saja. Di makan Belanda ini ada granit, marmer dan pagar baja dengan ornamen-ornamen. Lebih menarik makam Belanda di Peneleh ini kalau dijadikan jujugan wisata,” urainya.
Terkait gorong-gorong di Jalan Makam Peneleh, Armuji juga meminta pemkot melakukan normalisasi. Banyak gorong-gorong tidak bersfungsi karena bagian atasnya berdiri bangunan permanen. Akibatnya, banjir ketika hujan.
Armuji juga berjanji akan mengusulkan ke DKP supaya menutup bangunan makam yang berlubang karena sisa jasad yang ada diambil keluarga dan diboyong ke Belanda. Selain itu ada bangunan berlubang karena sisa pencurian benda berharga dalam makam. Banyak patung-patung serta properti makam yang hilang.
“Jangan dibiarkan lubang seperti ini. Memang ini cagar budaya, tidak dalam artian tidak boleh diotak-atik. Kalau lubang seperti ini ditambal semen kan akan menjadi baik dari sisi estetika dan supaya kerusakan tidak tambah parah,” sarannya.
Sementara itu, petugas penjaga makam Belanda di Peneleh, Buchori mengaku ada 9 orang penjaga yang dipekerjakan DKP. Termasuk 2 orang di antaranya penjaga makam. “Rumput liarnya dipotongi. Penjaga makam pernah menangkap orang yang berupaya mencuri dari makam, sempat dihajar,” tutur Buchori yang mengaku menjadi pekerja honorer DKP.
Terpisah, Direktur Sjarikat Poesaka Surabaya Freddy H Istanto mengatakan, jika makam Belanda di Peneleh dirawat, tidak kalah dengan Pere Lachaise di Perancis. Menurutnya, pemkot tidak memiliki visi pelestarian bangunan dan situs cagar budaya. “Surabaya kota pahlawan, kota Sejarah. Orientasi pembangunannya jangan mengesampingkan nilai sejarah. Banyak gedung bertingkat bermunculan. Ini bisa mengancam eksistensi bangunan serta situs cagar budaya,” pungkasnya.(n2/r7)

Loading...