D-ONENEWS.COM

Ribuan Dosen Nyontek Saat Ujian

Surabaya, (DOC) – Ribuan dosen dari sejumlah perguruan tinggi di tanah air tak lulus program sertifikasi dosen tahap pertama. Uji sertifikasi yang digelar oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) itu menghasilkan, 1.580 dosen dari 4.512 dosen dinyatakan tidak lulus karena nilainya rendah.
“Sebagian besar para dosen menulis deskripsi diri mereka menyontek atau copy paste dari dosen yang telah lulus sertifikasi,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti Ali Ghufron Mukti.
Ghufron menyatakan, gagalnya para dosen ini di antaranya karena rendahnya nilai deskripsi diri, nilai gabungan seperti Bahasa Inggris, dan nilai kompetensi.
Salah satu anggota Tim Data Sertifikasi Dosen Nasional Sugianto mengatakan, sebagian besar penyebab gagalnya para dosen itu karena copy paste mendeskripsikan diri mereka. Deskripsi diri merupakan tulisan naratif. Isinya gambaran tentang mengenai diri mereka, bagaimana mereka kelak, dan mau seperti apa.
Walau banyak yang tak lulus, namun jumlah jawaban copy paste ini menurun dibanding tahun lalu. “Tahun lalu 27 persen, tahun ini menurun menjadi 20 persen,” ujar Sugianto.
Ghufron menyatakan, perilaku dosen yang menyontek ini merugikan keuangan negara. Sebab, untuk uji sertifikasi pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp800 ribu bagi tiap dosen yang melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi. Untuk tahun ini, jatah sertifikasi mencapai 10 ribu dosen.
Menurut data Kemristekdikti, jumlah dosen di Indonesia kini mencapai sekitar 180 ribu. Dari jumlah ini, baru 46 persen yang sudah tersertifikasi. “Sisanya sedang dalam proses,” ujar Ghufron.
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mewajibkan para dosen memiliki sertifikat sebagai tenaga pendidik. Namun kenyataannya, baru 46 persen saja. “Setiap tahun, kuota yang diberikan untuk sertifikasi hanya sekitar 10.000 dosen,” kata Ghufron.
Salah satu persyaratan agar dosen bisa ikut dalam proses sertifikasi yakni memiliki pendidikan terakhir minimal pascasarjana, atau doktor, serta memiliki pengalaman sebagai tenaga pendidik minimal dua tahun.
Kemristekdikti menyurati setiap perguruan tinggi agar mengirimkan dosen untuk ikut ikut sertifikasi dosen. “Perguruan tinggi yang menentukan siapa saja dosen yang ikut proses sertifikasi,” kata Ghufron. Sertifikasi dosen merupakan tanda seorang dosen tersebut profesional, memiliki integritas, bermoral tinggi dan berdaya saing.
Menurutnya, sesuai UU tentang Guru dan Dosen, sertifikasi dosen harusnya sudah selesai di tahun 2015 akhir. Sehingga tahun 2016 ini seharusnya sudah selesai.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Satrio Soemantri Brojonegoro tahun lalu menilai, dari jumlah seluruh dosen yang ada di Indonesia, baru 60 persen dosen yang sudah layak menyandang predikat dosen. Sisanya masih harus dilakukan pembinaan ulang.
“Masih banyak dosen yang harus melanjutkan pendidikannya dan mempertajam bidang keilmuannya,” ungkapnya. Menurutnya, saat ini masih banyak dosen yang tidak aktif meneliti bidang kajiannya.(brt/r3)

Loading...