D-ONENEWS.COM

Tim Cawali-Cawawali PDIP Konsultasi Ke Akademisi

Surabaya,(DOC) – Keberadaan calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada) Serentak, kian menjadi fenomena. Termasuk Surabaya. Sampai saat ini, pasangan Risma-Whisnu Sakti masih sebagi pasangan tunggal yang didaftarkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya.

Itu termasuk langkah hukum yang telah diajukan oleh PDIP Surabaya, menggugat Undang-Undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, Jumat(31/7/2015) sore, beberapa delegasi perwakilan DPC PDIP Surabaya bermaksud mengkonsultasikan langkah tersebut ke Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

Beberapa perwakilan diantaranya, Didik Prasetiyono (Wakil Ketua); H. Budi Leksono (Bendahara); Anas Karno (Bidang Hukum), mengkonsultasikan adanya Calon Tunggal serta langkah gugatan.

Kedatangan rombongan berjumlah sekitar tujuh orang ini diterima oleh akademisi FH Unair, ahli Hukum Tata Negara. Yakni, Radian Salman, SH, LL.M. dan M. Syaiful Aris, S.H., M.H.

“Upaya untuk mengajukan gugatan dan uji materi terkait aturan Pilkada telah kami lakukan. Namun, hal ini memerlukan pendapat dari akademisi,” terang Didik Prasetiyono atau yang akrab disapa Dikdong ini.

Pertemuan yang berlangsung selama satu jam dan bersifat internal tersebut, dikatakan Dikdong mencari langkah kongkrit, jika penerapan aturan atau UU Pilkada didapati adanya celah cukup besar.”Hal ini harus dipecahkan. Agar tidak menjadi kebuntuan politik,” imbuh alumni GmnI Surabaya ini.

Sementara, menurut Radian Salman, pengajuan uji materi maupun gugatan terhadap PKPU Nomor 12 Tahun 2015, dan UU Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pilkada sah-sah saja dilakukan.

“Itu sebagai langkah dalam mencari norma-norma yang dinilai menjadi celah dan tidak diatur dalam pasal-pasalnya,” kata Radian.

Dilain sisi, dikatakan Pengamat Politik sekaligus Dosen Tata Negara Unair Surabaya ini, munculnya boikot Pilkada justru tidak mengedepankan sisi demokrasi. Sebab, akan menimbulkan dampak yang luar biasa.”Khususnya dalam pembangunan kota akan terhambat,” ujarnya.

Solusinya, pengaturan tata cara dan teknis Pilkada harus dibuat lebih detail. Sehingga, tidak ada tafsiran yang berbeda.”Kedepan memang harus demikian dalam rumusan pembahasan didalam Undang-undang yang mengatur,” pungkasnya.(wl/r7)

Loading...