Surabaya,(DOC) – Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya mengapresiasi upaya 33 ribu pelajar SMA/SMK Se-Surabaya memperjuangkan pendidikan gratis dengan mengirim Surat ke Presiden Jokowi. Ketua Komisi D, Agustin Poliana, Sabtu(26/3/2016) mengakui, rencana pengalihan kewenangan pendidikan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten kota ke Provinsi menjadi beban bagi para pelajar dan orang tua.
“Selama ini kan gratis, disaat menganggu kenyaman dan menjadi beban, mereka pasti akan protes,” tuturnya
Politisi PDIP ini mengungkapkan, selama menjalani reses 19- 24 Maret, dirinya kerapkali mendapat keluhan warga, jika pendidikan gratis siswa SMA/SMK tak berlaku lagi.
“Mereka keberatan. Dan siap demo untuk menuntut agar bisa dikelola Surabaya kembali,” terang perempuan yang akrab disapa Mbak titin ini.
Agustin mengaku, pihaknya tak kan berhenti untuk mendorong terus diberlakukannya pendidikan gratis di Surabaya. Pasalnya, selama ini, Surabaya mampu menerapkan kebijakan tersebut sesuai amanat undang-undang Otonomi Daerah.
“Di bidang pendidikan, Dalam UU otoda kan daerah diberi kewenangan seluasnya sesuai kekuatan APBD,” terangnya
Namun, ia mengakui, kebijakan pendidikan gratis tersebut terancam pupus, setelah keluarnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Meski proses pengalihan kewenangan dalam tahap pendataan sumber dayanya. Agustin optimis pendidikan gratis masih bsia diberlakukan di Kota Pahlawan ini. Pasalnya, peraturan pemerintah dari UU 23 Tahun 2014 tersebut belum ada.
“Presiden bisa saja mengeluarkan PP untuk menginstruksikan Gubernur , pengelolaan bisa kembali ke kabupaten kota bagi daerah yang mampu menerapkan pendidikan gratis 12 tahun,” tuturnya
Ia mengungkapkan, untuk menerapkan pendidikan gratis SMA/SMK, Pemkot Surabaya menganggarkan dana sekitar Rp. 205 M per tahun. Sementara, alokasi dana pendidikan di Pemprof Jatim mencapai Rp. 450 M.
“Dengan dana sebesar itu dibagi 38 kabupaten kota, kan gak mungkin bisa gratis,” katanya
Agustin menyebutkan, dampak lain peralihan pengelolaan pendidikan ke pemerintah provinsi, adalah membanjirnya siswa luar daerah masuk sekolah – sekolah di Surabaya. Pasalnya, pembatasan siswa melalui kuota 1 persen, seperti yang diterapkan selama ini sudah tak berlaku lagi.
“Dengan masuknya siswa luar daerah, bisa saja warga Surabaya akan terpinggirkan jika kalah bersaing,” jelasnya.
Ia memperkirakan, akan banyak anak drop out dari sekolahnya apabila pendidikan SMA/SMk tak lagi gratis, akibat biaya pendidikan yang cukup tinggi.
“ini harus dipikirkan. belum lagi bagaimana nasib GTT/PTT dan tenaga kontrak lainnya. Pengangguran bisa saja bertambah,” tegas Agustin.(k4/r7)
Komisi D Dukung Siswa Surati Presiden
Loading...