D-ONENEWS.COM

Peserta Asuransi Jiwa di Indonesia Capai 75,45 Juta Orang

Jakarta (DOC) – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat jumlah tertanggung atau peserta asuransi jiwa sepanjang kuartal I 2022 mencapai 75,45 juta orang. Jumlah ini tumbuh 18,1 persen dibanding periode sama tahun lalu.

Sejumlah 75,45 juta peserta asuransi jiwa tersebut, mencakup 20,87 juta polis dengan uang pertanggungan lebih dari Rp4.245 triliun.

Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi AAJI, Wiroyo Karsono menjelaskan, polis perorangan juga meningkat lebih dari 3 juta dan angka ini mampu mendorong pertumbuhan total polis industri asuransi jiwa sebanyak 17,4 persen (year on year/yoy).

Total tertanggung pun meningkat sekitar 11,6 juta orang dengan 8,6 juta orang di antaranya berasal dari tertanggung kumpulan dan sisanya berasal dari tertanggung perseorangan.

“Ini satu perkembangan yang kita lihat sangat positif di mana dalam situasi pandemi semakin banyak orang yang percaya dan memiliki asuransi,” ungkap Wiroyo, dilansir dari laman Infopublik.id, Senin (4/7).

Wiroyo mengungkapkan, sebanyak 5,32 juta orang telah menerima manfaat pembayaran klaim asuransi sepanjang kuartal I 2022.

Secara rinci, lanjutnya, sebanyak 5,32 juta orang meliputi 3,06 juta orang atas klaim asuransi kesehatan, 619.000 orang atas klaim nilai tebus atau surrender, 357.000 orang atas klaim akhir kontrak, 231.000 orang atas klaim partial withdrawal dan 822.000 orang atas klaim lain-lain.

“Khusus untuk pemberian klaim kesehatan kepada lebih dari 3 juta orang mencapai Rp3,32 triliun sepanjang kuartal I tahun ini,” tutur Wiroyo.

Meski demikian, Wiroyo mengakui bahwa penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih relatif rendah dan tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

“Penetrasi asuransi jiwa di Indonesia itu sangat-sangat rendah jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita,” kata Wiroyo.

Wiroyo memaparkan, densitas atau rata-rata pengeluaran masyarakat Indonesia untuk produk industri asuransi jiwa pada 2020 hanya sebesar USD54 atau Rp761.670 per tahun.

Sementara tingkat penetrasinya hanya mencapai 1,2 persen untuk rasio pendapatan premi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 7,8 persen untuk rasio tertanggung perorangan terhadap jumlah penduduk.

Kemudian, rasio asset terhadap PDB sektor keuangan di Indonesia juga cenderung lebih rendah dibanding negara-negara di kawasan ASEAN termasuk mengenai industri asuransi.

Secara rinci, untuk banking asset to GDP Indonesia sebesar 59,5 persen, capital market capitalization to GDP sebesar 45,1 persen, insurance aset to GDP sebesar 5,8 persen dan pension fund to GDP sebesar 6,9 persen.

Hal itu tergolong rendah jika dibandingkan dengan Malaysia yakni banking asset to GDP sebesar 206 persen, capital market capitalization to GDP sebesar 121,4 persen, insurance aset to GDP sebesar 20,3 persen, dan pension fund to GDP sebesar 59,9 persen.

Sedangkan banking asset to GDP Fillipina sebesar 100,6 persen, capital market capitalization to GDP sebesar 88,6 persen, insurance asset to GDP sebesar 8,5 persen, dan pension fund to GDP sebesar 3,5 persen.

Kemudian jika dilihat secara rinci pada densitas industri asuransi jiwa di Indonesia per tahun meliputi USD59 pada 2016, USD73 pada 2017, USD58 pada 2018, USD58 pada 2019, dan USD54 pada 2020.

Densitas itu rendah dibanding Malaysia yang sebesar USD298 pada 2016, USD339 pada 2017, USD361 pada 2018, USD380 pada 2019, dan USD415 pada 2020.

Selanjutnya, jika dilihat melalui tingkat penetrasi industri asuransi jiwa di Indonesia secara rinci meliputi 1,3 persen terhadap PDB pada 2016, 1,4 persen PDB 2017, 1,3 persen PDB 2018, 1,2 persen PDB 2019, dan 1,2 persen PDB 2020.

Tingkat penetrasi itu turut rendah dibandingkan Malaysia yang 3,2 persen terhadap PDB 2016, 3,3 persen PDB 2017, 3,3 persen PDB 2018, 3,4 persen PDB 2019, dan empat persen PDB 2020. (inf)

Loading...