Surabaya, (DOC) – Sebanyak 14 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo tertipu program berkedok pinjaman modal. Akibat kejadian ini, total kerugian yang di derita para korban mencapai Rp 210 juta.
Menanggapi kasus ini, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya, Dewi Soeriyawati, menegaskan bahwa Pemkot Surabaya tidak pernah memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai.
“Pemkot tidak pernah memberikan pinjaman berupa uang tunai. Kami sudah menginformasikan kepada pihak kelurahan, kecamatan, serta komunitas UMKM agar lebih waspada,” ujar Dewi.
Modus Penipuan Bermula dari Sosialisasi
Kasus ini berawal dari sebuah sosialisasi program pinjaman UMKM yang di adakan pada 31 Oktober 2024 di kantor Kelurahan Sememi. Dalam kegiatan tersebut, seorang pria bernama Bramasta Ariza Riyaldi mengaku sebagai tangan kanan Wali Kota Surabaya. Ia menjelaskan skema pinjaman yang di sebut sebagai program resmi dari pemerintah.
Namun, ia tidak bertindak sendirian. Dalam aksinya, Bramasta di bantu oleh dua orang lainnya. Mereka adalah Joko, seorang pengusaha, dan Rengga Pramadika Akbar, petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya yang juga putra Kepala Kelurahan Sememi.
Ketiganya berhasil meyakinkan peserta sosialisasi bahwa program ini merupakan inisiatif resmi dari Pemkot Surabaya. Mereka mengklaim bahwa program tersebut bertujuan membantu UMKM mendapatkan tambahan modal usaha.
“Awalnya kami percaya karena sosialisasi di lakukan di kantor kelurahan, dan yang menjelaskan mengaku sebagai PNS Pemkot,” ungkap Ardi, salah satu korban.
Ambil Alih Ponsel
Namun, setelah sosialisasi berakhir, para korban di minta mengunduh aplikasi pinjaman online seperti Kredivo dan ShopeePay. Mereka di minta mengikuti prosedur yang di sebut sebagai bagian dari pencairan dana. Lebih mencurigakan lagi, para pelaku bahkan mengambil alih ponsel korban untuk mengisi PIN dan menyelesaikan pendaftaran.
Dengan dalih adanya kerja sama antara Pemkot Surabaya dan aplikasi pinjaman online tersebut, para korban mengikuti arahan tanpa curiga tertipu. Sayangnya, bukan pinjaman yang mereka terima, melainkan tagihan utang yang tiba-tiba muncul beberapa minggu kemudian.
Seiring berjalannya waktu, para korban mulai menerima tagihan dari aplikasi tersebut. Saat itulah mereka menyadari bahwa limit pinjaman mereka telah di gunakan oleh para pelaku. Sementara itu, dana yang di janjikan sama sekali tak pernah mereka terima.
Korban Alami Kesulitan Finansial
Akibat kejadian ini, banyak korban mengalami tekanan finansial. Tidak hanya kehilangan uang, mereka juga tercatat sebagai debitur bermasalah dalam sistem perbankan. Hal ini berpotensi menyulitkan mereka dalam mengakses pinjaman resmi di masa depan.
Merasa tertipu, para korban akhirnya melaporkan ketiga pelaku ke Polrestabes Surabaya. Laporan tersebut tercatat dengan nomor STTLPM/22/I/2025/SPKKT/POLRESTABES SURABAYA atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Saat ini, kasus tersebut tengah di tangani oleh Unit Jatanras Polrestabes Surabaya. Polisi telah mengadakan pertemuan antara pelaku dan korban. Dalam pertemuan itu, ketiga pelaku mengakui perbuatannya dan berjanji akan mengganti kerugian para korban. (r6)