Surabaya, (DOC) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyampaikan beberapa hasil penting dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) 2024. Hasil Rakernas ini di paparkannya usai Sholat Jumat di Masjid Muhajirin, Jalan Jimerto, Surabaya.
Pertama, Eri Cahyadi mengumumkan bahwa seluruh anggota APEKSI sepakat untuk tidak lagi mengembangkan aplikasi baru. Lebih tepatnya, hasil Rakernas ini salah satunya adalah memanfaatkan dan mereplikasi aplikasi yang sudah ada di kota lain.
“Seluruh kota tidak lagi mengembangkan aplikasi baru. Kita akan menggunakan aplikasi yang sudah ada. Jika suatu kota memiliki aplikasi yang Surabaya tidak punya, maka kami akan menggunakannya. Sebaliknya, aplikasi yang ada di Surabaya bisa di gunakan oleh kota lain,” kata Eri Cahyadi, Jumat (7/6/2024).
Ia menekankan bahwa pengelolaan aplikasi ini akan di serahkan kepada APEKSI untuk dikoreksi. Setelah itu, hasilnya akan di sampaikan kepada kementerian terkait untuk direvisi dan digunakan di seluruh kota di Indonesia.
“Tentunya kita ada penyesuaian terhadap kondisi geografis dan demografis masing-masing kota,” ujarnya.
Dalam Rakernas tersebut, Eri juga mengungkapkan bahwa Surabaya terpilih sebagai tuan rumah Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Tahun 2025. Ia menyambut baik keputusan ini dan melihatnya sebagai peluang untuk menggerakkan ekonomi Surabaya.
“Insyaallah, seperti yang terjadi di Balikpapan, akan ada ribuan peserta. Kami akan mempersiapkan hotel, tempat wisata, dan UMKM untuk menyambut mereka,” ujar Eri, yang juga menjabat sebagai Ketua Apeksi periode 2023-2025.
Selain itu, Eri juga menyampaikan beberapa rekomendasi yang di berikan anggota APEKSI kepada kementerian terkait Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Kami mengusulkan agar semua tenaga honorer yang sudah masuk database dapat diangkat menjadi P3K,” kata Eri.
Transportasi Massal ART
Dalam Rakernas XVII APEKSI, juga dibahas masalah transportasi massal. Eri mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sempat membahas Mass Rapid Transit (MRT) dalam pembukaan Rakernas. Biaya pembangunan MRT mencapai sekitar Rp2,3 triliun per kilometer.
“MRT itu satu kilometernya Rp2,3 triliun. Jika Surabaya membangun MRT sepanjang 5 kilometer saja, APBD akan habis dan tidak ada dana untuk pengentasan kemiskinan. Karena itu, MRT tidak menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan di Surabaya,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Eri mempertimbangkan penggunaan Advanced Rapid Transit (ART). Transportasi massal ini di nilai lebih terjangkau dan lebih mudah di bangun di bandingkan dengan MRT dan LRT (Light Rail Transit).
“Kalau LRT biayanya Rp800 miliar per kilometer, tetapi ART, yang mirip MRT namun menggunakan magnet, biayanya Rp500-600 miliar per 7 kilometer. Saya sudah menyampaikan ini kepada Kementerian Perhubungan,” ungkapnya.
Eri berharap transportasi ART, yang akan pertama kali di terapkan di Ibu Kota Nusantara (IKN), juga dapat di terapkan di Surabaya.
“Saya sudah berbicara dengan Pak Menhub untuk meminta konsepnya. Kami akan melakukan studi kelayakan di Surabaya. Semoga pembangunannya bisa di mulai pada 2025 atau 2026,” pungkasnya. (r6)