D-ONENEWS.COM

Kabut Asap Riau Ganggu Aktivitas Warga

Riau, (DOC) – Kabut asap yang terjadi di Provinsi Riau makin mengkhawatirkan. Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Bencana Kabut Asap Riau mencatat masih ada 3.000 hektare lahan terbakar yang tersebar di Indragiri Hulu, Dumai, Bengkalis, Siak, Indragiri Hilir, Kampar, Pelalawan, Meranti dan Rokan Hilir . Selama satu bulan terakhir Satgas mengklaim sudah berhasil memadamkan 11.808 hektare lahan terbakar, semantara saat ini tengah disiapkan 7.000 liter bom air disiapkan untuk memadamkan sisa lahan yang terbakar.
Faktor alam dan manusia diduga menjadi penyebab kebakaran yang ternyata sudah menjadi “agenda tahunan” di Riau sejak tahun 1997. Kondisi cuaca yang tidak normal dan ramalan terjadinya badai El Nino pada tahun ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab yang membuat hutan dan ladang mulai terbakar. Hal itu diperparah dengan kelalaian dan kesengajaan oleh oknum penduduk lokal dan perusahaan tertentu yang membakar ladang demi keuntungan semata. Terkait dengan hal tersebut, 26 orang sudah diamankan karena diduga menjadi pelaku aksi pembakaran hutan, sampai saat ini belum ada laporan pasti 26 orang tersebut apakah komplotan dari perusahaan atau yang terkait dengan korporasi tertentu.
Nurhasyim, mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Provinsi Riau, menyoroti kesehatan anak-anak yang terancam semakin memburuk terkena dampak dari kebakaran lahan ini. “Meskipun sudah mulai mengecil asapnya, namun anak-anak hampir tiap hari dilaporkan terkena ISPA. Pihak Pemerintah pun mengakali dengan meliburkan sekolah, tapi tetap saja masih beresiko tinggi,” ucapnya.
Mantan sekretaris DPRD Riau ini memuji langkah Satgas, yang sudah merespon cepat kebutuhan masyarakat seperti masker. Namun, ia menyayangkan lambannya pemerintah daerah yang tidak menyediakan alternatif untuk kelancaran mobilisasi masyarakat yang masih belum bisa leluasa kemana-mana. “Kapal-kapal nelayan masih bersandar, belum bisa melaut, alhasil harga ikan pun melonjak tinggi,” ucap Nurhasyim.
Sementara itu, Faisal Yusuf, aktivis lingkungan dan perubahan iklim, menyayangkan kegagalan pemerintah melindungi lahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh ini. “Lahan disana kan termasuk dalam cagar biosfer yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah, dan lahan ini juga sudah diakui oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Lahan ini adalah milik internasional, dunia mengalami kerugian yang sangat besar dalam hal ketersediaan lingkungan hijau saat ini,” ucapnya.
Faisal juga mengungkapkan bahwa masalah kebakaran lahan ini adalah masalah besar. “Pemerintah harus bertanggung jawab baik itu dari segi ekonomi dan sisi lingkungannya. Ini bukan hanya tanggung jawab daerah saja, pusat harus memiliki andil,” tegas mantan penasihat perubahan iklim UNESCO area Asia Pasifik ini.
Dampak dari kebakaran hutan di Riau mengancam seluruh lini kegiatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang sangat berdampak adalah lumpuhnya penerbangan di Bandara Sultan Syarif Qasim II, sekitar 60% penerbangan dari bandara ini sepanjang kabut asap terjadi terpaksa ditutup. Selain itu, terjadinya penurunan produktivitas usaha, mobilisasi orang dan barang melalui transportasi darat, laut dan darat yang tertunda sampai batas waktu yang belum ditentukan, kerugian untuk ini diperkirakan mencapai Rp 10 triliun.
Pemerintah Provinsi Riau sejak 26 Februari lalu telah menetapkan status tanggap darurat Asap. Semenjak masa tanggap darurat berlangsung, tercatat 30.300 jiwa terkena penyakit ISPA dari total keseluruhan 37.500 yang terkena dampak asap. (r4)

Loading...