Surabaya,(DOC) – Wakil Ketua DPRD kota Surabaya A.H Thony, mengungkapkan kekhawatirannya terkait penertiban pedagang kaki lima (PKL) di wilayah Siwalankerto.
Di ketahui sebelumnya, Jumat(26/4/2024), Satpol PP Kota Surabaya telah menggelar penertiban PKL di jalan Kertomenanggal, Siwalankerto atau sekitar Markas KOREM 084. Penertiban tersebut sebagai upaya mengembalikan fungsi jalan alternatif mulai dari traffic light Siwalankerto menuju tol Waru.
Dalam sebuah wawancara, Thony menjelaskan bahwa PKL tersebut merasa menjadi korban dari penertiban yang di lakukan pihak berwenang.
“Ya, mereka(PKL Siwalankerto,red) mengadu ke kami tentang beberapa perwakilan PKL yang terkena penertiban jalan. Mereka merasa menjadi korban penertiban,” kata Thony.
Menurut Thony, meskipun secara aturan tidak di izinkan, keberadaan PKL berjualan di pinggir jalan dan rel kereta api (KA) telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun.
Namun, seiring dengan perkembangan kawasan yang semakin ramai, penertiban pun dilakukan oleh pemerintah setempat.
“Ketika sudah mulai rame. Jalan itu kan juga merupakan akses menuju bandara. Kadang-kadang kalau malam hari di tempat itu, masuk menuju tol di gelari tikar oleh PKL. Itu cukup mengganggu dan tidak boleh,” tambahnya.
Thony menegaskan, bahwa penertiban ini merupakan langkah yang tidak salah dan telah melalui tahapan yang benar. Namun, di sisi lain, ia menyoroti dampak sosial ekonomi bagi PKL yang jumlahnya mencapai hampir 400 orang.
“Infonya hampir 400 PKL. Yang kami pikirkan, kita ini sedang menghadapi pemulihan ekonomi. Kita menghadapi pengangguran dan ketika mereka yang dalam tanda kutip hidup dalam kekurangan itu, mau usaha, kita sudah bersyukur. Karena mereka bisa berjalan, bisa bertahan, bisa me manajemen diri, kemudian survive dengan usaha yang di lakoninya,” paparnya.
Thony menyoroti pentingnya pembicaraan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk merelokasi PKL yang terkena dampak penertiban. Ia mengungkapkan bahwa relokasi biasanya menjadi solusi yang tepat dalam situasi seperti ini.
“Perlu ada pembicaraan dari Pemkot untuk merelokasi. Kalau sekedar hanya menertibkan, itu persoalan gampang dengan dalih mereka atau masyarakat melanggar aturan. Tetapi kan persoalannya adalah impact dari penertiban ini. Masyarakat yang menggantungkan hidup dari penghasilan PKL, jadi hilang,” jelasnya.
Perlu Solusi Atas Penertiban PKL secara Menyeluruh
A.H Thony juga menyoroti perlunya solusi yang menyeluruh dan adil bagi PKL yang terkena dampak penertiban. Ia mengajak semua pihak untuk melihat PKL sebagai bagian dari masyarakat yang berjuang dalam bidang ekonomi. Bukan sebagai obyek eksploitasi semata.
“Jangan di lihat hanya sebagai satu aksesoris ketika mereka dibutuhkan. Bahwa, pemerintah peduli kepada persoalan ekonomi masyarakat lapis bawah. Tapi ketika mereka harus berhadapan dengan aparat yang bertindak atas nama ketertiban dan penegakan aturan. Harus ada solusi,” tegasnya.
Thony menyampaikan bahwa PKL perlu di berikan pemahaman dan pendampingan untuk meningkatkan keterampilan usaha mereka. Selain itu, ia menekankan perlunya penertiban yang tidak hanya berfokus pada satu kawasan saja. Melainkan menyeluruh di tempat-tempat lain yang memerlukannya ketertiban.
“Kalau kita mau bicara atas nama ketertiban. Bukan hanya di jalan saja, tetapi juga di luar itu. Misalnya di sekitar jala akses tol Waru yang sepi dan sering di gunakan transaksi minuman keras. Kemudian kabarnya banyak kendaraan yang hilang, karena lampu penerangan jalan kurang. Ini kan termasuk ketertiban,” beber Thony.
Ia menegaskan solusi berkelanjutan bagi PKL yang terkena dampak penertiban sangat perlu. Karena PKL merupakan bagian Masyarakat juga.
“PKL ini merupakan bagian dari masyarakat yang perlu mendapat perlindungan dan di bantu dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya,” pungkasnya.(r7)