D-ONENEWS.COM

22 Kabupaten/Kota di Jatim Rawan Bencana Alam, Mana Saja?

Surabaya (DOC) – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan sedikitnya 22 kabupaten/kota di Jatim rawan tertimpa bencana alam dampak dari fenomena La Nina. Karena itu, ia meminta masyarakat mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang dapat memicu bahaya hidrometeorologi jelang puncak musim penghujan pada Desember 2020-Maret 2021 mendatang.

Potensi bencana dimaksud berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, maupun angin kencang.

“Tetap waspada dan siap siaga terhadap ancaman bencana hidrometeorologi akibat fenomena La Nina, mulai dari banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung yang bisa terjadi kapan saja,” kata Khofifah, dilansir dari VIVAnews, Selasa (24/11).

Khofifah mengatakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara rutin merilis peringatan dini untuk mewaspadai hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai angin kencang dan petir. Peringatan dini ini menurut Khofifah hendaknya menjadi semacam alarm bagi masyarakat untuk terus meningkatkan kesiap-siagaan dan kewaspadaan.

Khofifah menyebutkan, sedikitnya terdapat 22 daerah di Jatim yang rawan terjadi bencana hidrometeorologi. Kawasan rawan banjir umumnya didominasi oleh luapan sungai seperti Sungai Bengawan Solo yang luapannya bisa membanjiri wilayah Bojonegoro, Magetan, Madiun, Lamongan, Gresik, Ngawi, dan Tuban.

Kemudian, potensi banjir akibat luapan Sungai Brantas yakni Malang Raya, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Probolinggo, Surabaya, Bondowoso, Lumajang, Banyuwangi, dan Jember.

Sedangkan di Pasuruan, banjir berpotensi diakibatkan oleh luapan sungai Welang. Di Madura, beberapa titik biasa terdampak luapan Sungai Kemuning.

Bencana hidrometeorologi yang lain adalah longsor, yakni harus diwaspadai di wilayah Jombang, Ponorogo, Kediri, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Batu, dan Pacitan.

“Jatim menjadi salah satu provinsi yang secara geografis serta geologis memiliki kerentanan terhadap bencana, baik alam maupun non alam,” tutur Khofifah.

Maka dari itu, lanjut mantan Menteri Sosial tersebut, penanganan bencana harus dilakukan dengan bersinergi dan kolaborasi antarlini, mulai pemerintah provinsi, kota, kabupaten, kampus, swasta, media, serta masyarakat.

“Prinsipnya pendekatan pentahelix disinergikan. Dengan memperkuat pentahelix menjadi bagian penguatan bersama dalam mengantisipasi bencana alam dan non alam, diharapkan dampak terhadap risiko bencana dapat diminimalisir,” kata Khofifah. (viv)

Loading...

baca juga