D-ONENEWS.COM

80 Juta Anak Terkena Dampak Pandemi, UNICEF Usulkan Rekomendasi Aksi

foto: ilustrasi

Jakarta,(DOC) – Setahun lebih semenjak pandemi COVID-19 berlangsung di tanah air, membuat 80 juta anak dan remaja Indonesia menghadapi dampak sekunder yang meluas, terhadap pembelajaran, kesehatan, gizi dan ketahanan ekonomi keluarga.

Hal ini berdasarkan data UNICEF yang menyusun laporan atas temuannya berjudul Towards a child-focused COVID-19 response and recovery: A Call to Action.

Pada laporan tersebut, pandemi COVID-19 dinyatakan telah menghambat pendidikan jutaan pelajar, membatasi akses penting ke layanan kesehatan, gizi, dan perlindungan, serta menyebabkan keluarga-keluarga harus berjuang keras untuk mempertahankan kondisi keuangannya.

Pandemi juga memperparah ketimpangan yang sudah ada, khususnya yang terkait dengan gender, kemiskinan, dan disabilitas, dan hal ini akan berdampak signifikan terhadap perkembangan anak.

“Sudah setahun lebih kita berada di tengah pandemi, dan anak serta remaja di seluruh Indonesia tengah menghadapi situasi normal baru yang menantang,” ujar UNICEF Representative, Debora Comini.

“Melihat angka kemiskinan meningkat, mayoritas sekolah masih ditutup, dan banyak layanan esensial belum tersedia kembali, kita harus memprioritaskan investasi yang berorientasi kepada kebutuhan anak dan yang mengedepankan pemulihan yang inklusif serta upaya mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk mengantisipasi krisis lain di masa mendatang,” tambahnya.

Menurut laporan tersebut, tiga dari empat rumah tangga di Indonesia mengalami penurunan pendapatan selama pandemi, dengan rumah tangga perkotaan mengalami dampak yang lebih signifikan. Disaat bersamaan, hampir seperempat rumah tangga mengalami kenaikan biaya hidup, sehingga risiko ketahanan pangan turut meningkat.

Dalam hal jam belajar, dengan lebih dari separuh juta sekolah mulai dari jenjang PAUD hingga Perguruan Tinggi ditutup. Rata-rata sekolah menggunakan system pembelajaran jarak jauh dengan durasi yang bervariasi antara 2,2 dan 3,5 jam per-hari.

Dengan penutupan sekolah ini, menambah risiko anak putus sekolah. Bahkan anak-anak di luar sekolah pun menjadi lebih rentan terhadap praktik perkawinan dibawah umur ataupun praktik lain yang merugikan dan bersifat meng-eksploitasi anak.

Perubahan rutinitas sehari-hari akibat pandemi juga berdampak terhadap kesehatan mental dan emosional anak dan remaja. Hampir separuh rumah tangga melaporkan anak mengalami tantangan perilaku, seperti sulit berkonsentrasi (45 persen), mudah marah (13 persen), dan sulit tidur (6,5 persen).

UNICEF juga menemukan akses ke layanan kesehatan ibu dan anak kian turun di seluruh Indonesia. Proporsi rumah tangga yang datang ke fasilitas kesehatan untuk imunisasi dan melakukan pemeriksaan KB, kehamilan, persalinan, serta pasca-persalinan turun sebesar tujuh persen secara nasional dan hampir 10 persen di wilayah perkotaan pada tahun 2020.

Akses dan kepatuhan terhadap praktik air, sanitasi, dan kebersihan dasar yang baik juga masih terbatas di daerah-daerah dengan risiko penularan yang tinggi, seperti sekolah dan fasilitas kesehatan. “Akibatnya, anak dan kelompok rentan lebih berisiko tertular COVID-19,” katanya.

Selama ini pemerintah telah berperan dalam memitigasi dampak pandemi terhadap keluarga dan anak. “Namun berdasarkan laporan tersebut UNICEF tetap memberikan beberapa rekomendasi aksi bagi upaya penanggulangan dan pemulihan COVID-19 yang lebih berfokus terhadap penanganan anak,” pungkas Debora dalam keterangan tertulisnya.(r7)

Berikut Rekomendasi Aksi penanganan anak dari UNICEF terhadap pemulihan pandemi COVID-19 :

  1. Memperluas cakupan dan manfaat program perlindungan sosial yang berfokus kepada anak, agar program dapat diakses oleh seluruh keluarga Indonesia pada masa krisis.
  2. Membuka kembali sekolah segera setelah dimungkinkan sambil tetap menerapkan protokol kesehatan, meningkatkan cakupan dan mutu pembelajaran jarak jauh, dan memprioritaskan akses internet yang universal. Tingkat ketertinggalan pembelajaran juga perlu dikaji sebagai dasar penyusunan program dan kampanye untuk mengatasinya.
  3. Melanjutkan layanan kesehatan esensial, termasuk kampanye imunisasi susulan, dan melanjutkan vaksinasi untuk masyarakat.
  4. Melakukan langkah-langkah perlindungan untuk mendeteksi, mencegah, dan menangani kekerasan terhadap anak dan kelompok rentan lainnya; menyediakan dukungan kesehatan mental dan psikososial untuk semua anak dan pengasuh.
  5. Menguatkan sistem adaptif untuk menyediakan dan memantau layanan gizi demi mencegah hambatan layanan pada masa krisis.
  6. Mempercepat investasi untuk sarana sanitasi dan cuci tangan dan menguatkan kapasitas untuk mempromosikan praktik cuci tangan yang baik di tingkat masyarakat, rumah tangga, sekolah, dan fasilitas kesehatan.
Loading...

baca juga