D-ONENEWS.COM

Disparitas dan Kemiskinan Tinggi, FKB Lirik Ketua Komisi B dan Waka Komisi E

Foto ; Anik Maslachah

Surabaya, (DOC)-Berdalih disparitas wilayah dan angka kemiskininan masih tinggi, FKB sebagai pemilik suara tertinggi setelah FPDIP mengincar kursi Ketua Komisi B dan Wakil Ketua Komisi E. Sebelumnya, selama dua perode FKB menduduki posisi Ketua Komisi C.

Ketua FKB DPRD Jatim Anik Maslachah menegaskan, PKB memilih ketua Komisi B dan Wakil Ketua Komisi E karena persoalan utama Jatim adalah disparitas dan kemiskinan. Selain itu pendidikan, kesehatan serta tindakan kekerasan/diskriminasi masih memerlukan perhatian serius di Jatim

“Sesuai dengan salah satu program PKB hasil Muktamar Bali, memperkuat ekonomi kerakyatan sangat pas kalau FKB memilih posisi Ketua Komisi B,” kata Anik Maslachah

Ditambahkan, jika UMKM juga menjadi pertimbangan. Sehingga, diharapkan UMKM yang menjadi icon Jatim lebih diperkuat lagi, baik melalui system market (digitalisasi) maupun kemudahan modal bunga lunak, serta mempermudah pangsa pasar.

“Juga dengan sektor primer pertanian dan perikanan yang membutuhkan intensifikasi maupun ekstensifikasi yang lebih luas. Termasuk kemudahan modal dengan bunga lunak yg sudah kita punya (loan agreement) lebih diperkuat lagi,” ujar wanita yang juga menjabat Wakil Ketua DPW PKB Jatim ini.

Tak hanya itu. Pola pembangunan ekonomi berbasis kewilayahan selama ini dinilai masih berkutat pada daerah-daerah tertentu. Sehingga, hal ini menyebabkan adanys kesenjangan ekonomi yang cukup tinggi

Hal lain yang tak kalah penting, lanjut Anik, PKB adalah wadah aspirasi warga NU. Sekolah-sekolah swasta mayoritas didominasi milik ma’arif (NU). Karenanya, PKB punya kewajiban untuk mengawal keseimbangan alokasi anggaran negeri-swasta agar seimbang. Utamanya Madrasah Aliyah, harus mendapatkan perlakuan yg sama. Sebab, swasta sama-sama mempunyai kontribusi besar bagi bangsa dan negara untuk mencetak kader cerdas anak bangsa.

Begitu pula dengan pelayanan dan pengelolaan kesehatan.Anik menilai masih amburadul.Seperti iuran BPJS yang akan naik dua kali lipat, sehingga PKB perlu mengawal untuk menolak kebijakan tersebut. “Pelayananya saja belum diperbaiki, masak iuran mau dinaikkan 100 persen, ” tandasnya.

Seharusnya, sambung Anik, pemerintah yang intervensi melalui subsidi diperbesar. Sebab, kesehatan merupakan pelayanan sosial dasar. Begitu pula diskriminasi dan kejahatan seksual di Jatim, dinilai masih tinggi. Sehingga, PKB harus mengawal kebijakan terkait itu. Salah satunya dengan mempercepat penyelesaian pro-kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). (dar)

Loading...

baca juga