Surabaya, (DOC) – Surabaya menyandang predikat Kota Layak Anak (KLA) Kategori Utama dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), namun masih saja terjadi kasus eksploitasi seksual pada anak di bawah umur. Hal ini sangat disesalkan oleh DPRD Kota Surabaya.
Menurut Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, kasus itu tidak akan terjadi jika semua pihak berkomitmen dalam pemenuhan hak-hak serta perlindungan terhadap anak. Mulai dari Pemkot Surabaya, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya. “Saya sangat geram dengan munculnya kasus ekploitasi seksual melalui prostitusi online ini. Apalagi korbannya masih anak-anak di bawah umur. Saya tidak tahu, apakah Pemkot Surabaya terlena dengan predikat Kota Layak Anak yang sudah diberikan, atau memang tidak perhatian,” ujar Khusnul, Kamis (3/2/2022).
Sebelumnya, polisi menggerebek praktik prostitusi online di kompleks Rusun Romokalisari, Surabaya. Pelaku menawarkan anak di bawah umur untuk melayani pria hidung belang. Dalam aksinya, pelaku berinisial ST menjual korban dengan tarif Rp250 ribu. Kemudian pelaku mengambil untung Rp50 ribu. “Kemarin saya sudah berkunjung langsung ke lokasi dan meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya, untuk menjemput dan mengamankan di shelter milik Pemkot Surabaya agar korban yang masih berusia 15 tahun ini merasa aman dan nyaman hingga proses pemeriksaan selesai,” tandas Khusnul.
Politisi perempuan PDI-P ini menjelaskan, korban yang putus sekolah saat menginjak bangku SMP ini menderita depresi berat. Dia tidak mau makan. Dia juga merasa lingkungannya telah mencibir dan mengucilkannya. Sehingga jika dia tetap tinggal di Rusun Romokalisari akan berdampak buruk bagi psikologinya dan bisa berbuat hal-hal yang nekat.
Khusnul yang juga Wakil Ketua DPC PDI-P Surabaya ini menjelaskan, sambil menunggu disahkannya Rancangan Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), dia meminta Wali Kota Surabaya, DP3A-PPKB, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, camat hingga lurah untuk berkolaborasi dengan para Non-Governmental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Tujuannya, lanjut dia, agar kasus-kasus seperti ini bisa dicegah dan ditangani secara cepat dan memberikan perlindungan, rasa aman dan nyaman terhadap anak-anak di Surabaya. Bisa jadi masih banyak kasus serupa yang luput dari pantauan. “Saya kira perlu pula kepada masing-masing dinas, lurah, camat untuk berkolaborasi dengan NGO atau kelompok masyarakat, akademisi yang memang memahami persoalan untuk duduk bersama menterjemahkan konsep Surabaya Layak Anak ke dalam tupoksi kerjanya masing-masing,” beber dia.
Dia juga meminta kepada masyarakat, jika mengetahui kasus serupa di sekitarnya untuk berani melapor ke call center DP3A-PPKB, atau hotline yang dimiliki Pemkot Surabaya. “Masyarakat jangan diam dan takut jika mengetahui kasus-kasus semacam ini. Mereka harus berani lapor. Pak Wali Kota juga perlu melakukan evaluasi kerja Kepala Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan DP3A-PPKB, agar mereka kerjanya lebih baik dalam memberikan hak-hak dan perlindungan kepada anak,” pungkas dia. (dhi)