D-ONENEWS.COM

Konflik Internal Memanas, Dirut PD-RPH Lepas Jabatan

foto : Direksi PD RPH kota Surabaya saat islah sebelum konflik internal memuncak

Surabaya,(DOC) – Konfilk di Internal Rumah Potong Hewan( RPH ) nampaknya masih berlanjut hingga sekarang, bahkan kini kian memuncak menyusul dicabutnya izin Nomor Kontrol Veteriner (NKV) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.

Memanasnya konflik internal tersebut, membuat Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Rumah Potong Hewan (RPH), Teguh Prihandoko mengundurkan diri dari jabatannya.

Surat pengunduran diri itu dilayangkan Teguh pada tanggal 17 Desember 2018 lalu.

Informasi yang beredar, bahwa dicabutnya izin NKV oleh Disnak Pemprov Jatim itu, karena PD RPH tak mau mengurusnya. Dirut PD RPH yang telah meminta Direktur Keuangan PD RPH mengeluarkan anggaran untuk pengurusan izin NKV sebagai persyaratan mutlak, tak kunjung dilakukan. Hal inilah kemungkinan penyebab utama mundurnya Teguh Prihandoko dari jabatan Dirut PD RPH kota Surabaya.

Anggota Komisi B DPRD kota Surabaya, Ahmad Zakaria, mendesak Wali kota Surabaya untuk segera menunjuk pelaksana tugas (Plt) untuk mengisi Kekosongan jabatan Dirut RPH, pasca mundurnya Teguh Prohandoko.

“Kepala daerah selalu pemegang otoritas pemilik perusahaan daerah harus segera memutuskan.  Tidak perlu menunggu 31 Januari 2019. Secara moral, mundur itu ya terhitung sejak diucapkan atau sejak dibuat surat pernyataan mundur,” katanya, Kamis (27/12/2018).

Zakaria menambahkan, persoalan ini harus segera diputuskan sambil menunggu terbentuknya Badan Pengawas (Bawas) RPH yang nantinya bertugas untuk melakukan seleksi Calon Dirut RPH.

“Seleksi Bawas harus dituntaskan segera,” ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Ia menjelaskan, sesuai pasal 13 D ayat 2 Perda Nomor 5 Tahun 1988 Tentang Perubahan Perda Nomor 11 Tahun 1982 Tentang Pembentukan PD RPH, para direksi RPH dapat diberhentikan kepala daerah sebelum masa jabatan berakhir.

Pemberhentian tersebut dikarenakan beberapa hal yakni; permintaan sendiri, melakukan tindakan yang merugikan pemerintah daerah, melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan pemerintah daerah atau kepentingan negara dan sesuatu yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugasnya secara wajar.

“Dalam persoalan ini, masalah Dirut PD RPH masuk pada poin point pertama (a) dan terakhir (d),” tegasnya.

Berbagai persoalan yang kini dihadapi oleh PD RPH harus segera direspons Pemkot Surabaya selaku pemilik BUMD, terutama mengenai IPAL, revitalisasi tempat pemotongan RPH di Pegirikan dan Kedurus dan usulan rumah potong unggas di RPH.

Masalah terbaru hingga membuat Dirut PD RPH mundur, kata Zakaria, yaitu izin NKV yang dicabut oleh DIsnak Jatim.

Padahal izin ini sangat diperlukan untuk sertifikasi RPH dalam menghasilkan daging aman, sehat, utuh dan halal (ASUH)  (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

“Kalau serius menyelamatkan hajat hidup orang banyak dalam ketersediaan daging ASUH, ya, harus dilakukan penyehatan perusahaan dengan penyertaan modal. Tapi penambahan penyertaan modal ini murni untuk penyehatan RPH, harus dilakukan secara hati-hati,” tandasnya.

Ia menyarankan, jajaran direksi RPH yang masih menjabat, karyawan PD RPH dan stakeholder terkait harus bekerja sesuai fungsinya. Terutama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Surabaya yang wajib meningkatkan supervisi dan pengawasan pada BUMD ini agar kinerjanya sesuai tupoksi perundang-undangan.

“Pemkot Harus Segera Selamatkan RPH,” katanya.

Dirut RPH Teguh Prihandoko sebelumnya mengatakan alasan pengunduran diri yang utama karena selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi RPH dalam menjalankan organisasi perusahan.

Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan NKV oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.  Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan NKV.

“Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk,” tandasnya.

Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam.

“Untuk itu, saya memilih sikap mengundurkan diri, dengan harapan Pemkot Surabaya bisa menata ulang RPH, agar lebih baik,” ujar Teguh Dirut RPH.(robby/r7)

Loading...