D-ONENEWS.COM

Menkopolhukam Sebut Banyak Kasus Nyeleneh di Indonesia

Surabaya,(DOC) – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD menyampaikan pernyataan bahwa banyak sekali orang yang “tidak benar”. Bahkan mereka ada di mana-mana dan di berbagai lembaga negara.

“Makanya ada negara, ada penegakan hukum dan ada undang-undang. Kalau orang ndak benar itu ada di mana-mana. Di polisi ada, di Jaksa ada, di Hhakim ada, di masjid juga ada, di gereja juga ada, di Ormas Islam juga ada, di Parpol juga ada,” ujar Mahfud MD pada awak media di Surabaya, Minggu (25/9/2022).

Mahfud MD berkunjung ke Surabaya, untuk meresmikan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Berat HAM Masa Lalu yang berlangsung di Hotel JW Marriott Surabaya.

Pada kesempatan itu, para awak media Surabaya, sempat menanyakan soal kelanjutan kasus istri mantan Irjen Pol Ferdy Sambo, atau Putri Candrawathi dan juga Gubernur Papua Lukas Enembe.

Namun, Mahfud MD nampak enggan banyak mengomentarinya. Ia malah mengembalikan ke masyarakat, bagaimana menilai kasus tersebut.

“Sudah sangat teknis. Itu urusan polisi dan masyarakat silahkan menilai. Tapi kalau kejadian-kejadian di tengah-tengah masyarakat, di kantor-kantor pemerintah itu ya biasa,” ucapnya.

Mahfud juga mengaku, jika adanya kasus-kasus yang nyeleneh, cukup banyak di Indonesia. Di sini Negara bertugas mengatur, bagaimana memberikan hukuman pada pelaku kasus yang di anggap nyeleneh tersebut.

“Tetapi itu selalu menjadi perlakuan menyimpang dari segelintir orang yang membahayakan orang banyak. Oleh sebab itu, kita punya hukum dan penegak hukum. Jadi jangan di tanyakan, kok ada orang memperkosa santrinya, kok ada orang bisa membunuh, ya itulah makanya kita punya negara dan punya aturan,” ungkap Mahfud.

Menyikapi kasus Gubernur Papua, Lukas Enembe, dan juga pemanggilan terhadap terduga pelakunya, Mahfud menyerahkan sepenuhnya pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Soal pemanggilan itu sudah ada mekanismenya di KPK sudah aturannya. Dipanggil 1, 2, 3, panggil paksa, DPO. Di panggil saja baik-baik, belum tentu tidak datang,” jelasnya.

“Seumpama datang itu apakah perlu di bantarkan ke RS atau tidak dan sebagainya. Nanti KPK sudah punya mekanisme sendiri. Bukan bagian saya itu,” imbuhnya.

Sedangkan dana otonomi khusus(Otsus), setelah kejadian yang menimpa Lukas Enembe, jumlah dari dana Otsus malah naik, namun dengan peraturan baru.

“Tentang dana Otsus, karena dana itu di ketahui sejak dulu pengelolaannya tidak beres. Maka dana Otsus itu sekarang jumlahnya di naikkan. Dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari DAU. Dan sekarang pengelolaannya itu di bagi dua. Satu, di tangani oleh pemerintah pusat sebanyak 1,25 persen. Kemudian yang 1 persen di kelola oleh daerah. Tetapi semua pengawasannya di perketat,” ucap Mahfud.

Di karenakan naiknya jumlah dana Otsus, maka pemerintah pusat juga menentukan proyek-proyek apa yang kiranya menggunakan dana Otsus.

“Jadi nanti pemerintah pusat akan menentukan tiap proyek apa. Yang melaksanakan boleh daerah meskipun dananya di kelola oleh pusat. Tapi ajukan proposal yang jelas, perencanaan yang jelas, lalu pemerintah pusat setuju, dananya bisa turun. Tetapi dengan pendampingan dan pengawasan,” bebernya.

“Sisanya, silahkan kelola oleh daerah. Tetapi juga harus di pertanggungjawabkan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sehingga bedanya, 1,25 persen pilihan proyek dan programnya di bicarakan dengan pusat, di awasi dan di pertanggungjawabkan dengan ketat. Kemudian yang 1 persen pilihan programnya silahkan daerah, tapi tetap harus di pertanggungjawabkan sesuai dengan hukum keuangan negara,” tambahnya.(ang)

Loading...

baca juga