Surabaya,(DOC) – Komisi A DPRD Kota Surabaya yang membidangi hukum dan pemerintahan menggelar rapat evaluasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) selaku penerbit perizinan dari Pemkot Surabaya, Senin (24/5/2021).
Rapat evaluasi ini menindaklanjuti hasil laporan warga terkait adanya ketidaksesuaian data yuridis dengan data fisik tentang peruntukan, tinggi bangunan, dan jam operasional rumah- rumah usaha di Surabaya.
Sekretaris Komisi A DPRD Surabaya Budi Leksono mengatakan, evaluasi perizinan tempat-tempat usaha merupakan bagian tugas DPRD Kota Surabaya untuk mengingatkan Pemkot Surabaya.
Di mana temuan di lapangan seperti penerbitan perizinan toko-toko modern, pergudangan dan tempat usaha lainnya tidak sesuai data yuridis dengan data fisik di lapangan.
“Ada pengusaha yang mengajukan izin untuk rumah usaha, tapi kenyataan di lapangan dipakai gudang. Kami ingin ada ketegasan dari Pemkot Surabaya untuk mengevaluasi perizinan-perizinan tersebut. Jangan hanya menerima pajaknya saja, tapi warga yang terkena dampaknya,” tegas Budi Leksono.
Menurut dia, evaluasi secara komprehensif bersama OPD-OPD penerbit izin adalah untuk berkolaborasi mengalokasikan anggaran agar sumber daya manusia yang ditugaskan melakukan pengawasan berkala tercukupi anggarannya.
“Selama ini yang menjadi problem klasik adalah ketiadaan dukungan anggaran. Evaluasi secara komprehensif agar fenomena gunung es dicarikan akar persoalan dan solusi ke depannya,” terang dia.
Untuk itu, politisi PDIP Kota Surabaya ini meminta kepada OPD-OPD penerbit izin agar melakukan kajian-kajian sehingga tidak mudah menerbitkan izin bagi investor.
“Seperti pergudangan berdiri di permukiman Kedinding Tengah Jaya II. Jika Pemkot sejak awal menghentikan, maka tidak ada pergudangan di sana. Bahkan, tidak ada truk trailer yang melintas di sana,”ungkap dia.
Cak Bulek, panggilan Budi Leksono, juga meminta Pemkot Surabaya untuk serius dalam mengawasi rumah-rumah usaha di Surabaya.Jangan sampai bangunan-bangunan rumah usaha menjadi mangkrak karena izinnya tidak sesuai peruntukannya.
Meski demikian, Cak Bulek berharap pemkot tetap melakukan pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) jika tempat usaha bermanfaat bagi warga sekitar.
“Tapi kalau tempat usaha tidak ada kesesuaian antara data yuridis dengan fisik di lapangan dan tidak memberikan kemanfaatan bagi warga, ya perlu dilakukan penegakan hukum secara masif. Dengan begitu akan menimbulkan efek jera,” tandas dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Surabaya Wiwiek Widiyati mengaku banyak mendapatkan masukan dari Komisi A DPRD Kota Surabaya dan menjadi bagian evaluasi Disperindag Surabaya.
“Persoalan lapangan itu dinamis. Artinya kita mendapat masukan dari Komisi A DPRD Kota Surabaya akan menjadi optimalisasi langkah kita kembali,” pungkas dia.(dhi/r7).