
Surabaya, (DOC) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mendampingi Nila Handiarti, mantan karyawan perusahaan swasta, untuk melapor ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada Senin (14/4/2025). Laporan ini terkait dugaan penahanan ijazah oleh perusahaan tempat Nila pernah bekerja.
Setelah membuat laporan, Nila menyampaikan bahwa tujuannya hanya satu: agar ijazahnya di kembalikan.
“Ijazah di tahan. Saya hanya minta ijazah saya di kembalikan, itu saja,” ujarnya.
Saat di tanya lebih lanjut mengenai siapa yang di laporkan, Nila tidak menyebutkan nama. Ia hanya merujuk pada informasi yang sebelumnya telah disampaikan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, melalui video.
Pendampingan dari pemerintah kota di lakukan langsung oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya, Achmad Zaini. Ia menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk dukungan Pemkot terhadap warga yang mengalami masalah ketenagakerjaan.
“Saya mendampingi Mbak Nila karena ada bukti laporan ke kepolisian,” kata Zaini.
Menurut Zaini, penahanan ijazah oleh perusahaan bertentangan dengan aturan ketenagakerjaan. Ia merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 8 Tahun 2016 yang melarang perusahaan menahan dokumen asli milik pekerja.
“Ada sanksinya. Denda Rp50 juta atau kurungan enam bulan,” jelasnya.
Hanya Pendampingan
Meski begitu, Zaini mengaku tidak mengetahui secara rinci pasal hukum yang di gunakan dalam laporan tersebut. Ia menegaskan bahwa ia hanya bertugas mendampingi, bukan melaporkan.
Pemkot Surabaya, lanjut Zaini, siap memberi pendampingan serupa jika ada mantan karyawan lain yang mengalami kasus serupa. Namun sejauh ini, laporan hanya datang dari Nila.
Zaini juga mengungkapkan bahwa kasus ini sebenarnya sudah pernah di tangani oleh Disnaker. Mereka telah mengeluarkan anjuran melalui proses mediasi. Salah satu poinnya adalah agar perusahaan mengembalikan ijazah yang menurut Nila masih di tahan.
“Ada bukti serah terima. Anjuran mediator sudah keluar, tapi tampaknya belum di jalankan,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Zaini menjelaskan bahwa kewenangan pengawasan ketenagakerjaan kini berada di tingkat provinsi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mulai di berlakukan pada 2018.
“Pemerintah kota hanya bertindak sebagai penengah. Produk hukumnya adalah anjuran, bukan keputusan mengikat,” pungkasnya. (r6)





