D-ONENEWS.COM

DPR Soroti Mafia Tambang di Kaltim dan Kalsel, Anggap Rugikan Negara Ratusan Miliar

Jakarta,(DOC) – Aktivitas penambangan ilegal (Illegal minning) batu bara yang berlangsung masif di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi sorotan DPR RI.

Para wakil rakyat diparlemen merasa gerah atas praktik tersebut dan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Wuryanto meminta ketegasan Polri memberantas penambangan batubara ilegal di Kabupaten, Kalimantan Timur. “Illegal minning (penambangan ilegal) itu wilayah hukum. Sudah seharusnya Polri bertindak tegas,” kata politisi PDI Perjuangan belum lama ini.

Pernyataan tersebut kembali ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir yang mempersoalkan penambangan illegal, utamanya tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Ada beberapa masalah terkait PNBP, termasuk temuan-temuan tambang liar diwilayah Katim dan Kalsel. Lalu bagaimana nasib tambang yang sudah digali, apa tidak mengganggu?,” ungkap Adies saat berada di Mako Polda Kaltim pekan lalu.

Sorotan tentang mafia tambang di Kalimantan ini, juga disampaikan anggota Komisi III Fraksi Gerindra DPR RI, Habiburokhman, dalam Raker dengan pihak aparat penegak hukum, di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu(16/06/2021).

Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo di desak segera menindak oknum anggota Polri yang di duga menjadi backing penambang batu bara ilegal di daerah.

Habibirokhman mengaku, banyak menerima keluhan masyarakat soal penambangan illegal ini. “Saya memohon Kapolri mem-push (menekan) jika ada indikasi keterlibatan oknum anggota Polri,” tandas  Habiburokhman.

Berdasarkan informasi yang diterima redaksi, perputaran uang mafia illegal minning di Kaltim ini, terbilang cukup besar, termasuk untuk biaya koordinasi. Dalam satu bulan, batu bara yang diangkut tongkang jumlahnya mencapai 94 angkutan. Jika dihitung secara rinci per satu kali angkutan tongkang, batu bara yang diangkut sekitar 7.500 ton, atau 705.000 ton selama sebulan.

Uang koordinasi untuk mengeluarkan batu bara pertonnya sekitar Rp80 ribu. Harga itu, ungkap sumber, sudah menjadi aturan di lokasi pertambangan. Apabila di kalkulasi selama satu bulan, biaya koordinasi pengangkutan batu bara bisa mencapai Rp 56,4 miliar dengan perhitungan, 7.500 ton pertongkang dikalikan 94 angkutan dikalikan Rp80 ribu perton batu bara.

Informasi lain menyebutkan, penambangan di Kaltim yang melakukan praktek seperti itu, terjadi dari koridor Kutai Kartanegara, Samarinda, Bontang hingga Paser. Setiap pengurusan perizinan penambangan batu bara, kabarnya juga tak sulit diperoleh karena para mafia tak pelit mengeluarkan biaya pengurusan hingga keamanan. Biaya koordinasi ini, nilainya bisa mencapai puluhan milliar rupiah.

Bukan hanya kerusakan lingkungan yang di timbulkan atas aktivitas penambangan batu bara tersebut, tapi royalty dan pajak juga tak pernah diterima oleh negara. Hal ini jelas sangat merugikan negara, karena ketika terjadi bencana akibat aktivitas penambangan tersebut, maka negara yang akan menanggungnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PAN DPR RI, Pangeran Khairul Saleh mengutarakan kecurigaannya adaanya sindikat penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melibatkan pihak-pihak terkait di pemerintah pusat.

Menurut dia, sindikat ini memanfaatkan hasil revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. “Khususnya beleid yang mengatur perizinan yang awalnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, tapi kini menjadi kewenangan Kementerian ESDM. Ada indikasi sindikat ini, karena tiba-tiba ada 20 IUP di Kalsel yang diterbitkan oleh ESDM,” kata Pangeran saat Raker bersama Kapolri di DPR.

Menanggapi pertanyaan anggota Komisi III,  Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, siap untuk mengecek permasalahan keluarnya 20 IUP diwilayah Kalsel. “IUP itu diduga bermasalah. Kami akan proses dan cek bagaimana asal usulnya sehingga bisa keluar,” tegas Kapolri.(r7/dgi)

Loading...

baca juga