Surabaya,(DOC) – Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko atau Cak Yebe, menyoroti kembalinya aktivitas prostitusi di kawasan eks lokalisasi Moroseneng, Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo. Menurutnya, kondisi ini mencerminkan lemahnya pengawasan Pemkot Surabaya saat ini.
Kawasan yang dulu dikenal sebagai Lokalisasi Sememi Jaya 1 dan 2 sebenarnya telah ditertibkan bertahun-tahun lalu, dan sebagian besar lahannya telah dikuasai Pemkot. Namun, laporan terbaru menunjukkan sejumlah bangunan kembali digunakan untuk praktik prostitusi terselubung.
“Dulu Pemkot berkomitmen menjadikan Surabaya bersih dari prostitusi. Moroseneng seharusnya sudah tuntas. Tapi ternyata sekarang masih di gunakan untuk prostitusi,” tegas Cak Yebe, Kamis (9/10/2025).
Cak Yebe menegaskan bahwa aktivitas di Moroseneng melanggar Perda Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 1999 tentang larangan penggunaan bangunan untuk perbuatan asusila, serta Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum.
Ia mendesak Pemkot dan perangkat wilayah untuk tidak saling lempar tanggung jawab. Pengawasan, kata dia, seharusnya dilakukan dari bawah—mulai RT/RW, lurah, hingga camat—tanpa harus menunggu Satpol PP turun tangan.
“Kalau ini di biarkan, berarti aparat wilayah tutup mata. Pengawasan itu tugas harian mereka,” tegasnya.
Ketegasan Mantan Wali Kota Risma Jadi Contoh
Cak Yebe menyinggung keberhasilan mantan Wali Kota Tri Rismaharini menutup total kawasan prostitusi Dolly, salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Ia menekankan, keberhasilan Risma harus menjadi contoh nyata bagi Pemkot saat ini.
“Dulu Bu Risma dengan keberanian dan ketegasannya bisa menutup Dolly dan menjadikannya kawasan produktif. Semangat itu harus ada juga di Moroseneng. Saya harap Wali Kota sekarang punya nyali dan kemauan politik yang sama,” ujarnya.
Cak Yebe meminta Satpol PP tidak ragu menindak tegas, termasuk menyegel bangunan yang dicurigai menjadi tempat prostitusi, meski dalam kondisi tertutup atau tergembok. Ia menekankan pentingnya patroli rutin dan razia berkala, bukan sekadar menunggu laporan masyarakat.
“Satpol PP jangan hanya bergerak kalau viral atau ada laporan warga. Wilayah itu bisa terlihat dari jalan, jadi harusnya sudah terpantau,” katanya.
Cak Yebe mengingatkan, pembiaran praktik prostitusi seperti di Moroseneng akan menimbulkan dampak sosial serius, khususnya bagi anak-anak dan warga sekitar.
“Kalau di biarkan, ini bisa jadi ‘embryo’ lokalisasi baru. Dulu Surabaya berhasil keluar dari stigma kota prostitusi berkat Bu Risma. Jangan sampai sekarang justru mundur lagi,” pungkasnya.(r7)





