Bekasi,(DOC) – Para lanjut usia (lansia), gelandangan-pengemis, disabilitas dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), terkesan di gambarkan sebagai kelompok lemah, tidak produktif, miskin, tidak mandiri dan sebagainya.
Di balik stereotipe negatif, Kementerian Sosial (Kemensos) RI justru melihat adanya potensi besar pada kelompok rentan dan marjinal tersebut. Mereka punya peluang menjadi pengusaha. Bahkan mungkin pengusaha sukses. Mengapa tidak?
Kementerian Sosial melalui Pasal 16 Permensos No. 7 Tahun 2021 tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial mengatur tentang pemberian keterampilan pada Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) atau penerima manfaat agar mampu hidup mandiri dan produktif.
Sejalan dengan hal tersebut, Sentra Terpadu Pangudi Luhur Bekasi menggali dan mengembangkan potensi-potensi kewirausahaan mereka. Para penerima manfaat tersebut, diberikan pengetahuan dan keterampilan berbagai jenis kewirausahaan, seperti mengelola sampah, budidaya maggot, beternak, dan sebagainya.
Tentu saja, produktifitas mereka berujung cuan. Produktifitas para penerima manfaat sejalan dengan penghasilan yang mereka dapatkan. Dalam sektor pengelolaan sampah misalnya. Di Sentra Terpadu Pangudi Luhur, setiap elemen sampah memiliki nilai jual. Siklus pengolahan sampah mulai dari pemilahan sampah, pemanfaatan sampah organik untuk pakan maggot, turunan produk maggot hingga residu dari proses produksi memiliki nilai ekonomi.
Ali Susilo (45), instruktur budidaya maggot di Sentra Pangudi Luhur mengatakan bahwa omzet dari budidaya maggot sendiri mencapai rata-rata Rp2 juta per bulan.
“Dari sisi penjualan fresh maggot kita bisa menjual 10 kg/bulan dari sisa pakan ternak. Dihargai per kilo Rp6.000. Dari sisi telur, rata-rata pembelian di bawah 10-gram harga per gramnya Rp5.000. Per bulan bisa sampai Rp2 juta,” ungkap Ali.
Selain fresh maggot dan telur maggot, produk lain yang dihasilkan dari budidaya maggot di antaranya dry maggot , pelet, tepung maggot dan kasgot (bekas maggot) yang digunakan sebagai pupuk organik. Sentra juga membekali penerima manfaat dengan berbagai keterampilan seperti pembuatan kertas dari pelepah pisang, menjahit, otomotif, komputer dan sebagainya.
Sementara itu, dukungan Sentra Pangudi Luhur terhadap para penerima manfaat tak hanya dari sisi pendampingan dan pemberian modal. Sentra menyediakan ruang bagi para penerima manfaat untuk memasarkan hasil produksi melalui Sentra Kreasi Atensi (SKA). Sentra juga memastikan bisnis yang dikembangkan para penerima manfaat dapat bertahan di masyarakat sebelum para penerima manfaat tersebut diterminasi dari Sentra Pangudi Luhur.
“Sentra mengkondisikan para penerima manfaat di masyarakat. Pertama, mencarikan lahan untuk usaha dan membekali modal, lalu Sentra akan tetap mengontrol usaha tersebut sampai penerima manfaat benar-benar mandiri,” kata I Ketut Supena, Kepala Sentra Terpadu Pangudi Luhur.
Upaya yang dilakukan Sentra Pangudi Luhur merupakan wujud pelayanan publik komprehensif. Mekanisme, prosedur, biaya, jangka waktu pelayanan, produk layanan, penanganan pengaduan, saran/masukan, sarana prasarana, produk hukum, dan kompetensi sumber daya manusia disiapkan agar penerima manfaat mendapatkan excellent service.
Karenanya, saat dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tanggal 30 Agustus lalu, Sentra Terpadu Pangudi Luhur optimis bahwa uji pelayanan publik Kemensos meningkat dari tahun sebelumnya.
“Sentra Terpadu Pangudi Luhur memiliki jangkauan lebih luas yaitu 16 kabupaten/kota dan sumber daya mumpuni sehingga harusnya nilai kita di atas yang kemarin,’’ kata Ketut.
Ke depan, Sentra Terpadu Pangudi Luhur akan terus menumbuhkan bibit-bibit potensi ekonomi sehingga kemandirian Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) terwujud.
“Endingnya keberfungsian sosial/kemandirian sosial. Penerima manfaat atau PPKS tidak sekadar menjalani tetapi tumbuh keinginan dari dalam dirinya agar bisa mandiri melalui skill yang dimiliki. Sebuah epitome from zero to hero,” kata Ketut.(hm/r7)