Jakarta,(DOC) – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima gugatan hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur pasangan calon (Paslon) nomor urut 3, Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta (Risma-Gus Hans). Dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025) malam, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dilanjutkan ke tahap sidang pembuktian.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan dismissal perselisihan hasil Pilkada 2024.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa dalil pemohon terkait dugaan manipulasi suara untuk pasangan calon nomor urut 2, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak, melalui aplikasi Sirekap, tidak beralasan menurut hukum. MK menilai stabilitas persentase perolehan suara di Sirekap bukan bukti manipulasi karena aplikasi tersebut berbasis data dari masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Load data yang masuk pada sistem tidak bisa diatur sedemikian rupa, terlebih Pilgub Jawa Timur mencakup wilayah yang luas. Setiap TPS juga membutuhkan waktu yang bervariasi untuk menyelesaikan penghitungan dan mengunggah data ke Sirekap,” jelas Saldi.
Bahkan jika stabilitas suara dianggap sebagai manipulasi, Saldi menegaskan bahwa pemohon tidak mengaitkan dugaan tersebut dengan hasil penghitungan suara riil di tingkat TPS dan rekapitulasi berjenjang.
Dalil Pengurangan dan Penambahan Suara Dinilai Lemah
Terkait dugaan pengurangan suara untuk Risma-Gus Hans dan penambahan suara untuk Khofifah-Emil, MK juga menyatakan dalil tersebut tidak cukup kuat.
“Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah terkait proses pengurangan dan penambahan suara tersebut,” ujar Saldi.
Saldi menambahkan, argumen pemohon mengenai tingginya partisipasi pemilih yang mencapai 90–100% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT), ketidaksesuaian jumlah pemilih Pilgub dengan Pilbup/Pilwako, serta perolehan suara minim di beberapa TPS, tidak beralasan menurut hukum.
Bansos PKH Tidak Terbukti Mempengaruhi Elektabilitas
Dalil pemohon mengenai dugaan penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) yang dianggap menguntungkan Khofifah-Emil juga ditolak MK. Saldi menyebut bahwa dalil tersebut hanya bersifat asumsi karena tidak disertai bukti konkret.
“Menurut Mahkamah, hal ini hanya akan menjadi asumsi kecuali dibuktikan ada keterkaitan nyata antara Bansos PKH dengan perolehan suara salah satu pasangan calon,” tegas Saldi.
Latar Belakang Gugatan
Sebelumnya, Risma-Gus Hans mengajukan gugatan ke MK dengan tuduhan adanya manipulasi suara yang menguntungkan Khofifah-Emil. Kuasa hukum mereka, Triwiyono Susilo, dalam sidang perkara nomor 265/PHPU.GUB-XXIII/2025, mengklaim terdapat selisih suara sebesar 6.341.164 antara hasil perhitungan KPU dan versi pemohon.
Menurut KPU Jawa Timur, Khofifah-Emil meraih 12.192.165 suara (58,81%), sedangkan Risma-Gus Hans memperoleh 6.743.095 suara (32,52%). Sementara versi Risma-Gus Hans, Khofifah-Emil hanya mendapatkan 5.851.001 suara.
Triwiyono juga menuding adanya manipulasi data Formulir C.Hasil-KWK, termasuk pencoretan dan pengiriman formulir ganda dengan hasil berbeda. Selain itu, ia menyebut penyaluran bansos PKH kepada 1.467.753 keluarga diduga melanggar aturan Kementerian Dalam Negeri karena dilakukan saat masa Pilkada.
Namun, setelah mempertimbangkan semua bukti dan argumen, MK memutuskan untuk tidak menerima gugatan tersebut karena tidak memenuhi syarat hukum yang diperlukan.(rd)