D-ONENEWS.COM

Gugatan PTUN Dinilai Politis, Presiden Tetap Punya Wewenang Penuh

Gugatan PTUN Dinilai Politis, Presiden Tetap Punya Wewenang Penuh
Gugatan PTUN Dinilai Politis, Presiden Tetap Punya Wewenang Penuh

Serang, (DOC) – Gugatan PTUN terhadap Presiden Prabowo, terkait tidak di berhentikannya Menteri Desa dan PDT usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilkada Serang, mendapat tanggapan dari pihak resmi.

Gugatan tersebut di ajukan oleh sebuah LSM. Isinya menuduh Presiden melawan hukum karena tidak mencopot menteri yang istrinya di sebut terlibat dalam sengketa pemilu daerah. Namun, tudingan itu di nilai sarat muatan politik.

Menurut pihak resmi, tuntutan agar Presiden segera mencopot Menteri Desa dan PDT di paksakan. Bahkan, di anggap sebagai upaya menciptakan efek jera atas keputusan MK yang membatalkan hasil Pilkada Serang dan memerintahkan pemungutan suara ulang.

Namun, penting di catat bahwa Presiden memiliki hak prerogatif penuh dalam hal pengangkatan dan pemberhentian menteri. Hal ini di jamin oleh Pasal 17 Ayat 2 UUD 1945. Artinya, keputusan untuk memberhentikan seorang menteri sepenuhnya berada di tangan Presiden, bukan atas dasar tekanan atau desakan dari pihak mana pun.

Lebih jauh lagi, Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan konstitusi. Ini mempertegas bahwa kewenangan Presiden bersifat independen dan tidak dapat di ganggu oleh kepentingan luar.

Tidak Respon Tuntutan

Karena itu, tidak ada satu pun norma hukum atau etika yang di langgar ketika Presiden memilih untuk tidak merespons tuntutan pemberhentian menteri. Konstitusi memberi Presiden mandat tertinggi dalam pemerintahan. Maka, peraturan di bawah UUD tidak dapat menundukkan atau memaksa keputusan tersebut.

Selain itu, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga memperkuat posisi Presiden. Berdasarkan Pasal 10 Ayat 1, Presiden berhak mengambil keputusan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dalam ketentuan umum, di sebutkan pula bahwa Presiden memiliki diskresi atas setiap kebijakannya.

Dengan dasar tersebut, tidak memberhentikan Menteri Yandri Susanto tidak bisa di anggap sebagai pelanggaran hukum. Putusan MK sendiri tidak pernah menyebut bahwa Menteri Yandri harus di copot. Fokus putusan hanya pada pembatalan hasil Pilkada dan perintah pemungutan ulang.

Artinya, dugaan bahwa Yandri terlibat aktif atau mengarahkan proses Pilkada Serang tidak terbukti. Tuduhan mobilisasi kepala desa juga di anggap gugur dengan sendirinya.

Oleh karena itu, penyelesaian sengketa Pilkada Serang semestinya di pisahkan dari posisi Yandri sebagai menteri. Dalam konteks hukum, Presiden tidak memiliki kewajiban untuk memberhentikan menterinya atas dasar putusan tersebut. (r6)

Loading...

baca juga