D-ONENEWS.COM

Pansus Hunian Layak Soroti Sanksi Ringan dan Penyerahan PSU di Surabaya

Pansus Hunian Layak Soroti Sanksi Ringan dan Penyerahan PSU di SurabayaSurabaya,(DOC) – Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hunian Layak, Yona Bagus Widiatmoko, mengungkapkan keprihatinannya terkait lemahnya sanksi pengembang soal penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) kepada pemerintah. Dalam rapat tersebut, Yona mencatat bahwa lebih dari 50 persen pengembang di Surabaya belum memenuhi kewajiban ini, yang pada akhirnya merugikan warga perumahan.

“Mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali) No. 14 Tahun 2016. Saya melihat bahwa sanksi bagi pengembang yang tidak memenuhi kewajibannya masih sangat ringan. Saat ini, sanksi yang ada hanya berupa peringatan tertulis. Penundaan izin, denda maksimal Rp50 juta. Pengumuman di media massa dan blacklist,” ujar Yona. Dalam rapat dengar pendapat Pansus Raperda Hunian Yang Layak dengan OPD terkait, Kamis(6/3/2025).

Ia menyoroti contoh kasus Gunungsari Indah, yang sejak di bangun pada 1985 hingga kini PSU-nya belum di serahkan ke pemerintah. “Sudah lebih dari 42 tahun. Bukan hanya perusahaannya yang berkembang, tetapi pengembangnya juga berkembang pesat hingga memiliki 11 perusahaan,” tambah Yona.

Daya Beli Rusunami Rendah Bagi MBR
Pansus Hunian Layak Soroti Sanksi Ringan dan Penyerahan PSU di Surabaya
foto: Lilik Arijanto,

Menanggapi persoalan tersebut. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya, Lilik Arijanto, menyatakan bahwa kebijakan memaksa Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk membeli rumah susun milik (rusunami) seharga Rp300 juta adalah kebijakan yang tidak realistis dan mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan hunian yang layak.

“Tujuan utama pembangunan rusunami adalah untuk memberikan solusi bagi penghuni rumah susun sewa (rusunawa) agar bisa meningkatkan taraf ekonomi mereka. Banyak warga yang telah tinggal di rusunawa selama puluhan tahun tanpa perubahan signifikan dalam ekonomi mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan intervensi yang lebih nyata. Seperti penyediaan lapangan pekerjaan yang di utamakan bagi mereka,” kata Lilik.

Lilik sepakat bahwa kebijakan perumahan bagi MBR harus lebih dari sekadar menyediakan tempat tinggal. Pemerintah perlu membantu mereka meningkatkan taraf ekonomi agar memiliki daya beli yang cukup untuk beralih dari rusunawa ke hunian yang lebih permanen.

Penyerahan PSU Banyak Kendala

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bakesbalitbang) Surabaya, Irvan Wahyudrajat, menjelaskan bahwa proses penyerahan PSU di perumahan tidak semudah yang di bayangkan. Banyak kendala hukum dan kepentingan finansial yang menghambat penyerahan PSU, yang sering memakan waktu hingga puluhan tahun.

“PSU sering menjadi rebutan antara pengembang dan warga karena ada nilai ekonomi yang cukup besar di dalamnya, seperti iuran keamanan dan kebersihan. Ketika PSU di serahkan, pemerintah sebenarnya di untungkan karena aset Pemkot bertambah. Namun, dalam praktiknya, banyak alasan yang menyebabkan proses ini berjalan lambat,” jelas Irvan.

Irvan menegaskan bahwa penyerahan PSU harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari masalah hukum dan memastikan tidak ada beban berlebih pada anggaran daerah. Ia juga menekankan pentingnya solusi yang adil agar kepentingan semua pihak dapat terjaga dengan baik.

Selain itu, ia mengingatkan soal beban pemeliharaan yang akan di alihkan ke pemerintah jika PSU diserahkan. Hal ini menjadi dilema, terutama untuk perumahan mewah yang penghuninya sebenarnya mampu menanggung biaya pemeliharaan sendiri. “Jika pemerintah mengambil alih, maka anggarannya akan masuk ke APBD, padahal seharusnya itu menjadi tanggung jawab warga,” tutup Irvan.(rob/r7)

Loading...

baca juga