
Surabaya, (DOC) – Pemkot Surabaya mengambil langkah tegas dalam menertibkan administrasi kependudukan (adminduk) untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Salah satu fokus utama adalah menindaklanjuti temuan banyaknya rumah yang di huni puluhan Kartu Keluarga (KK).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa langkah ini di lakukan untuk memastikan akurasi data dan mendukung program kesejahteraan masyarakat. Pemkot telah mengambil kebijakan untuk membatasi satu persil tanah maksimal di isi oleh 3 Kartu Keluarga (KK).
“Pemkot mengambil kebijakan 1 persil tanah maksimal diisi 3 KK, sambil melihat jumlah jiwanya berapa. Dengan 3 KK ini, kami bisa fokus menyelesaikan masalah kemiskinan dan membantu pendidikan hingga perguruan tinggi,” ujar Wali Kota Eri pada Minggu (9/6/2024).
Wali Kota Eri mempertanyakan kelayakan rumah berukuran 3×4 meter yang menampung 3 KK dengan 12 jiwa. Rumah tersebut seharusnya memiliki ruang tamu, ruang makan, dan ruang tidur.
“Tipe 45 adalah ukuran rumah yang paling kecil. Kalau sekarang 3×4 meter itu rumah atau bukan, itu pertanyaannya. Berarti kos-kosan. Dalam kos-kosan ada yang sampai 50 KK, lalu mau tidur di mana mereka,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemkot membatasi satu persil rumah maksimal di isi 3 KK untuk memastikan intervensi yang diberikan tepat sasaran dan merata kepada keluarga yang benar-benar membutuhkan.
“Dengan 3 KK, kami bisa fokus menyelesaikan masalah kemiskinan,” jelasnya.
Prioritas Warga Asli Surabaya
Wali Kota Eri juga menegaskan bahwa pemkot memprioritaskan bantuan sosial untuk warga asli Surabaya yang tinggal di Kota Pahlawan.
“Kalau sekarang 1 rumah 50 KK, semua menumpang, sekolahnya pemkot yang bayari. Bagaimana nasib warga asli Surabaya yang tinggal di Surabaya?” tanyanya.
Wali Kota Eri menyatakan bahwa pemkot mengambil langkah tegas dengan mendobrak sistem yang memungkinkan satu rumah di huni puluhan KK.
“Ini yang saya lakukan untuk orang Surabaya. Kalau mau masuk KK (Surabaya), harus bikin surat pernyataan tidak menerima bantuan,” tegasnya.
Selain itu, Wali Kota Eri melarang warga memecah KK dalam satu rumah hanya untuk mendapatkan bantuan sosial.
“Misalkan saya menikah dan tinggal di rumah orang tua. Setelah itu pecah KK. Kalau pecah KK di dalam rumah yang sama, bagaimana pemkot mengontrol pemberian bantuan?” ujarnya.
Menurutnya, pemecahan KK hanya untuk mendapatkan bantuan akan membuat pendataan menjadi tidak akurat dan menyulitkan penyaluran bantuan yang tepat sasaran.
“Pendekatan-pendekatan akan saya lakukan dengan cara berbeda. Pecah KK dalam satu rumah dua sampai tiga KK tapi minta bantuan semua, ini jadi berat,” jelasnya.
Eri menegaskan, warga yang ingin mendapatkan bantuan sosial harus terdaftar dalam satu KK yang benar-benar sesuai dengan jumlah penghuni rumah.
“Saya bilang kalau minta bantuan semuanya ya masukkan di satu KK. Jadi saya bisa tahu dalam satu KK ada berapa jiwa, bagaimana sentuhannya, sehingga tahu berapa pendapatan mereka dalam satu bulan,” katanya.
Pemkot Surabaya tidak akan memberikan bantuan kepada warga dengan KK bermasalah.
“Kalau pecah KK dalam satu rumah, saya kasih syarat, jangan minta bantuan. Alhamdulillah tidak ada yang mau. Ternyata pecah KK untuk minta bantuan malah tambah kacau,” sebutnya.
Pemkot berkomitmen untuk menertibkan adminduk dan membantu warga Surabaya yang benar-benar membutuhkan.
“Jadi kalau pindah KK ke Surabaya jangan sembarangan, kasihan warga asli Surabaya yang belum saya bantu terdampak oleh yang baru masuk,” pungkasnya. (r6)