Surabaya,(DOC) – Terbitnya Peraturan Wali Kota (Perwali) No 67 Tahun sebagai revisi atas Perwali No 28 dan Perwali No 33 Tahun 2020 terkait protokol kesehatan Covid-19, menimbulkan polemik baru.
Dalam Perwali No 67 Tahun 2020 tersebut, tertuang sanksi administrasi bagi sejumlah pelanggar protokol kesehatan (prokes) Covid-19, baik perseorangan maupun pelaku usaha.
Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD Surabaya, Mahfudz menilai sebenarnya tidak ada perubahan sama sekali atas kedua perwali sebelumnya. Perbedaannya hanya terletak dengan adanya sanksi.
“Perwali ini justru menyusahkan warga Kota Surabaya. Karena di pasal 38 (Perwali No 67 2020 red) setiap warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan maka disanksi administrasi Rp 150 ribu,” kata Mahfudz, Senin (4/1/2021).
Di satu sisi, Mahfudz menganggap bahwa warga Kota Surabaya membutuhkan stimulus untuk bangkit. “Bukan malah ditakut-takuti dengan sanksi,” imbuh dia.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya ini menyinggung soal penutupan beberapa tempat hiburan atau wisata atas regulasi perwali yang justru dampak kerugiannya ada pada warga Kota Surabaya.
“Kalau mau tutup ya tutup aja. Kalau perlu ya tutup sak lawasnya (selamanya). Fraksi PKB setuju pub, diskotek, karaoke bar macam-macam itu setuju ditutup selamanya. Jangan cuma masa pandemi Covid-19 saja,” tegas Mahfudz.
Menurut dia, dalam mencegah penyebaran Covid-19 alangkah baiknya Pemkot Surabaya tidak perlu memberlakukan sanksi kepada masyarakat yang melanggar.
“Adanya pemerintah itu adalah spiritnya untuk melayani warganya. Bukan menjadi tuan bagi warganya. Perwali ini spiritnya juga harus melayani,” ungkap dia.
Seperti diketahui, pelanggar perseorangan akan disanksi Rp 150 ribu dan usaha mikro yang melanggar harus membayar denda administrasi Rp 500 ribu. Sementara bagi usaha kecil, dikenai sanksi Rp 1 juta.
Sementara anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Surabaya Josiah Michael mengatakan, masalah denda bagi pelanggar protokol kesehatan jangan dilihat sebagai hukuman dan membebani masyarakat. “Tapi, ini sebagai upaya keras pemerintah untuk mendisiplinkan warga demi kepentingan warga sendiri agar terhindar dari wabah Covid-19,” ujar dia.
Josiah mengatakan, kedisplinan adalah cara dalam menghadapi wabah Covid-19 ini.
“Kalau kedisplinan ini semakin melorot, tentu ini berbahaya, ” ungkap dia.
Di tengah perekonomian yang sedang sulit seperti ini, apakah jumlah denda besar itu efektif untuk pencegahan Covid-19? Josiah menegaskan, jika warga tidak mampu membayar denda tersebut, ya mereka harus patuh dan disiplin.
“Jadi, saya berharap masyarakat tidak melihat pada besaran denda. Masyarakat wajib patuh agar tidak didenda,”tandas Josiah yang juga anggota Komisi A DPRD Surabaya. (dhi)