“Soal sampah plastik, kita keliling terus memberikan teguran secara lisan maupun tertulis, sudah kita laksanakan. Temuan di lapangan ada beberapa yang masih belum menerapkan kantong ramah lingkungan. Jadi pas kita datang, ada temuan sampah plastik di sana,” kata Hebi, Rabu (6/7/2022).
Hebi mengaku, pengurangan penggunaan sampah plastik masih sulit berjalan karena masyarakat dan pemilik usaha masih belum terbiasa dan beradaptasi dengan baik. Ia menjelaskan, paling sulit mengurangi penggunaan kantong plastik itu ada di pasar tradisional dan beberapa PKL atau toko kelontong.
“Memang susah, makanya saya berpikir, misal masuk ke mall itu wajib bawa kantong. Itu jalan satu – satunya. Tulis di mall atau pasar kalau mereka mau masuk harus bawa kantong sendiri,” ujarnya.
Menurut Hebi, pengurangan penggunaan kantong plastik itu harus di lakukan dengan cara bertahap dan berkelanjutan agar masyarakat terbiasa. Bila terburu – buru, akan timbul masalah baru di tengah masyarakat ke depannya. “Ini harus di tekan, gimana caranya harus nol. Kita juga nggak bisa langsung nabrak. Kita berikan pengertian sedikit demi sedikit dan yustisi tetap jalan. Yang PKL sudah kita sosialisasikan,” sebutnya.
Hebi menambahkan, menjalankan misi mengurangi penggunaan kantong plastik di Kota Surabaya, DLH tidak berjalan sendiri. Saat ini, ia menggandeng komunitas peduli lingkungan untuk melakukan sosialisasi dan survey dampak dari penerapan perwali tersebut selama tiga bulan terakhir.
Ia berharap, pengurangan penggunaan kantong plastik di Kota Surabaya bisa terus di tekan dan berdampak baik pada lingkungan. Saat di tanya soal pengadaan kantong ramah lingkungan di pasar tradisional, ia masih belum bisa memastikan akibat keterbatasan anggaran.
“Nah itu anggarannya. Dari Komunitas Nol Sampah juga sudah mengusahakan, seberapa jauh efektivitas perwali ini. Kami bersama – sama melakukan sosialisasi dan sanksi apabila melanggar,” pungkasnya.(hm/r7)