
Surabaya, (DOC) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mendampingi puluhan mantan karyawan sebuah perusahaan swasta saat melaporkan dugaan penahanan ijazah ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada Kamis (17/4/2025). Mereka juga di dampingi oleh puluhan advokat dari berbagai lembaga hukum di Kota Pahlawan.
Dalam pernyataannya, Eri menegaskan bahwa kehadirannya merupakan bentuk dukungan bagi para pekerja yang merasa hak-haknya di langgar.
“Saya hadir untuk mendukung mereka yang merasa tidak di perlakukan adil. Terutama terkait penahanan ijazah,” ujarnya.
Laporan ini turut mendapat perhatian dari berbagai organisasi hukum. Advokat dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Krisnu Wahyuono Law & Partner, serta Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR) ikut serta memberikan pendampingan hukum.
Selain itu, Pemerintah Kota Surabaya juga membuka posko pengaduan untuk menampung laporan serupa dari pekerja lain.
Eri menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut membantu. Ia menekankan pentingnya menciptakan suasana kerja yang sehat dan adil bagi semua.
“Surabaya harus tetap menjadi kota yang baik untuk pekerja dan pengusaha. Tapi kalau ada yang melanggar aturan, mereka tidak pantas beroperasi di sini,” tegasnya.
Eri Minta Aparat Serius
Sebagai Ketua Dewan Pengurus APEKSI, Eri juga meminta aparat kepolisian menindaklanjuti kasus ini secara serius. Ia langsung menyampaikan hal ini kepada Wakapolres, Kasat Reskrim, dan Kasat Intel di lokasi.
“Saya minta kasus ini menjadi perhatian khusus. Proses harus berjalan cepat dan jelas, siapa yang salah, siapa yang benar,” katanya.
Hingga saat ini, sebanyak 31 orang telah melapor. Menurut Eri, jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah.
“Kalau ada yang mengalami hal serupa, jangan takut untuk melapor. Kami siap mendampingi,” ucapnya.
Salah satu pelapor, Ananda Sasmita Putri Ageng (25), menceritakan bahwa ijazahnya ditahan sejak proses rekrutmen. Ia bahkan di minta membayar uang jaminan sebesar Rp2 juta jika tidak ingin menitipkan ijazah.
“Sejak interview, sudah di minta ijazah. Hari kedua, wajib titip atau bayar jaminan. Saya sudah resign sejak Desember 2024, tapi ijazah saya belum di kembalikan,” jelas Putri.
Ia menduga ada lebih dari 50 pegawai lain yang mengalami hal serupa. Harapannya sederhana, agar perusahaan mengembalikan ijazah milik para mantan karyawan.
“Itu hak kami. Kami cuma ingin ijazah asli kami dikembalikan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua AASR Edy Rudyanto, atau akrab di sapa Etar, menyatakan komitmennya untuk mendampingi para korban. AASR juga membuka posko pengaduan bagi warga yang mengalami perlakuan serupa.
“Silakan hubungi kami jika ada warga Surabaya yang merasa di rugikan oleh perusahaan yang tidak mengikuti prosedur,” katanya.
Etar juga mendorong kepolisian menangani kasus ini secara profesional. Ia menegaskan pentingnya menegakkan hukum secara adil.
“Kita tidak bisa asal memvonis. Jalur hukum harus diikuti. Ini Surabaya, semua harus tertib,” pungkasnya. (r6)