Surabaya,(DOC)- Pakar ilmu komunikasi politik Universitas Airlangga Suko Widodo mengatakan, anggota dewan perlu menyediakan anggaran yang besar untuk media komunikasi publik.
Pernyataan itu disampaikan Suko Widodo usai menghadiri pelantikan anggota DPRD Jatim masa jabatan 2019-2024 di Gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura, Surabaya, Sabtu (31/8/2019).
“Ini agar masyarakat bisa memantau apa yang dikerjakan atau tidak oleh anggota dewan. Percuma mereka yang kerja keras tapi tidak terpantau. Kan kasihan juga,” kata Suko Widodo.
Malah, menurut Suko, separuh dari anggaran dewan mestinya dialokasikan untuk komunikasi publik. Dengan demikian, setiap kegiatannya bisa dipantau masyarakat. “Ibaratnya, nek aku duwe duwek 2 dollar, maka separuhnya untuk komunikasi,” tegasnya.
Dengan demikian, lanjut Suko, anggota dewan bisa banyak melakukan komunikasi publik. Terutama mereka yang mau eksis, Maui kerja. “Kalau bisa mereka punya rumah komunikasi. Jika sekarang
ada fasilitas komunikasi yang luar biasa di era digital, ya pakai saja itu,” tutur Suko Widodo.
Pria berkumis ini juga menilai bahwa meskipun ada, tetapi DPRD Jatim itu di mata masyarakat seperti tidak ada. Hal ini dikarenakan jarak rentang DPRD Jatim dengan Pacitan, misalnya, agak jauh. Mereka pasti lebih mengenal anggota dewan yang di Pacitan dibanding yang di DPRD Jatim.
Dalam posisi seperti ini, Suko Widodo menyarankan agar anggota DPRD Jatim sering hadir dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi publik yang terus berkembang luar biasa. Tinggal sekarang mau move on dengan berhijrah pada fluktual atau tidak.
“Kalau cara berpikirnya tidak move on, maka dia akan ditinggal oleh konstituen. Nah, untuk berpikir move on itu, dia tidak bisa lagi dengan pola-pola tradisional dalam berpolitik,” beber Suko Widodo.
Lebih lanjut dia mengatakan, dulu mungkin anggota dewan banyak melakukan kunjungan, tetapi tidak diberitakan. Padahal, peristiwa yang baik harusnya jadi kabar baik. Sayangnya, yang jadi kabar baik itu kurang karena tidak terekpos.
Sekarang, di iklim digitalisasi, setiap kegiatan bisa dipublikasikan dengan cepat. Semua orang bisa mengontrol. Sehingga, anggota dewan harus ekstra hati-hati, khususnya kepada kaum milenial.
Mengapa? Karena salah satu karakter milenial adalah transparansi dan keterbukaan. “Kalau anggota dewan tidak bagus, maka dari masyarakat akan muncul klaim-klaim. Karena karakter media itu kan konsumer. Setiap orang bisa memproduksi informasi,” pungkas Suko Widodo. (dar)