Surabaya,(DOC) – Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol M. Fadil Imran kembali menyatakan, bahwa tindakan jemput paksa terhadap jenazah pasien positif Covid-19 dari rumah sakit akan terkena ancaman pidana.
Pernyataan ini disampaikan Kapolda Jatim, saat memberikan sambutan pada peresmian Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo di Wonorejo, Jumat(12/6/2020) sore, menyikapi, aksi jemput paksa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19 di rumah sakit Paru Surabaya 4 Juni lalu.
“Semoga tidak ada aksi jemput paksa lagi terhadap pasien Covid-19 di Surabaya agar tidak ada kluster baru. Tindakan itu adalah pidana,” kata Kapolda.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Trunoyudo Wishnu Andiko menyatakan, bahwa pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka terkait penjemputan paksa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19 dari Rumah Sakit Paru Surabaya.
Mereka adalah bagian dari 10 orang anggota keluarga pasien yang terlibat dalam insiden penjemputan paksa. Selain itu, pemeriksaan juga telah dilakukan terhadap 15 orang saksi dari pihak keluarga jenazah dan tenaga kesehatan Rumah Sakit Paru Surabaya.
“Saat ini kita sudah menetapkan empat tersangka dari keluarga yang pada saat kejadiannya ada sepuluh orang menjemput dan diantaranya menggunakan kekerasan,” ungkap dia seperti dikutip CNN.
Para tersangka dijerat dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan serta Pasal 214 dan 216 KUHP tentang perlawanan bersama-sama terhadap petugas berwenang dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun.
Trunoyudo menyebut aksi keluarga tersebut dinilai membahayakan pihak rumah sakit serta warga sekitar, karena pemulasaran jenazah tidak dilakukan sesuai dengan prosedur protokol covid-19.
“MUI juga sudah memberikan imbauan yang sifatnya adalah bagaimana cara pemulasaran jenazah korban covid-19,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur RS Paru Surabaya Dyah Retno menegaskan status jenazah yang diambil paksa merupakan PDP. Dyah mengaku jenazah sempat dilakukan pemulasaran dan disholatkan, namun tiba-tiba keluarga korban mendatangi RS dan menjemput paksa jenazah.
“Setelah melalui berbagai pemeriksaan, dinyatakan bahwa pasien tersebut adalah PDP, kita rawat di isolasi khusus, ketika meninggal, keluarga pasien sudah diedukasi. Dari keluarga pasien itu menerobos masuk ke dalam ruang isolasi khusus kami, dan dengan mengancam petugas membawa keluar paksa jenazah,” jelasnya.
Sebelumnya Ketua Tim Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi menyatakan, bahwa ada 2 kasus jemput paksa jenazah pasien Covid-19 di Surabaya yang terjadi beberapa waktu lalu dan salah satunya viral di media sosial.
“Selain Rumah Sakit Paru, kasus itu juga terjadi di RSUD dr Soetomo. Tindakan ini sangat membahayakan orang lain karena dapat menimbulkan penularan, kalau tanpa ada penanganan jenazah sesuai standard protokol kesehatan Covid-19,” kata Joni di Grahadi, Kamis(11/6/2020) petang.
Ketua Tim Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Kohar Hari Samtoso mengimbau Dinas Kesehatan(Dinkes) Surabaya segera melakukan tracing disekitar lingkungan jenazah pasien Covid-19 itu berada.
“Di Surabaya contohnya, Dinkes setempat harus melakukan tracing untuk mengetahui seberapa jauh penularan virus terhadap lingkungan disekitarnya,” tandasnya.
Ia meminta kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan tindakan jemput paksa jenazah pasien Covid-19, mengingat hal itu sangat berbahaya karena virus corona akan dengan mudah menular.
Sementara itu, Kapolsek Semampir, Kompol Agus Aryanto menilai insiden itu terjadi karena tingkat pemahaman warga yang masih rendah. Usai diberi pemahaman, akhirnya jenazah berhasil dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih Surabaya dengan protokol Covid-19, Kamis(11/6/2020). Sebelumnya jenazah menuju kerumah duka, di Kelurahan Pegirian, Kecamatan Semampir, Surabaya.(div/cnn/r7)