D-ONENEWS.COM

Hearing Warga Putat Jaya dengan Danlanud TNI AU di Komisi A Tak Ada Titik Temu

Surabaya,(DOC) – Komisi A DPRD kota Surabaya menghadirkan Dan Lanud TNI AU untuk bertemu dengan perwakilan warga RW-01 kelurahan Putat Jaya, dalam rapat dengar pendapat (hearing) soal sengketa status kepemilikan lahan di kawasan Simo Gunung.

Dalam hearing tersebut, terungkap bahwa berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA), lahan yang di tempati warga selama bertahun-tahun, adalah rumah dinas milik TNI AU yang hendak di tertibkan.

Namun warga masih belum bersedia menerima keputusan hukum yang sudah inkrah tersebut, hingga pihak TNI AU mengambil langkah tegas dengan melakukan pemadaman aliran listrik sejumlah rumah.

“Kami ketuk pintu saja tidak di buka. Dengan adanya hearing dari komisi A, alhamdullilah kami bisa secara gamblang menyampaikan kebijakan-kebijakan yang akan kami ambil terkait penertiban rumah dinas. Namun, memang kami menyayangkan, warga ini masih bersikukuh dengan obyek hukumnya, padahal sudah inkrach,” ungkap Komandan Lanud Muljono, Kol Pnb, Moch Apon, kepada media usai hearing di ruang Paripurna DPRD kota Surabaya, Kamis(9/6/2022) siang.

Sebelum mengambil tindakan, pihak Lanud sudah memberi deadline waktu kepada warga untuk melengkapi syarat tinggal di rumah dinas AU.

“Padahal, saat penertiban kami sudah sampaikan tindakan Lanud berdasarkan pakta hukum. Kami sebenanrya mengharapkan beliau-beliau itu, kalau di hitung tidak berat. Kami yang masih akrif saja harus mengajukan surat izin penghunian yang sebenarnya memenuhi syarat. Itu kami yang masih aktif,” terangnya.

Kebijakan tegas itu, menurut Kol Pnb, Moch Apon, sudah melalui komunikasi dengan komando atas dan pimpinan.

“Beliau sudah menyetujui kebijakan yang kami ambil. Kalau warga tidak mau, ya kami kan sudah menyampaikan secara tegas, bahwa nanti di lakukan sampai pengosongan rumah,” katanya.

“Surat sudah di layangkan, komunikasi sudah di lakukan tetapi tidak kooperatif, tidak mau, ya listrik kami putus,” tambahnya.

Pihak Lanud Muljono memberi waktu 7(tujuh) hari, agar warga segera mengajukan surat permohonan hunian, sehingga tidak ada tindakan. Namun dalam hearing tersebut, pihak legislative meminta deadline di mundurkan, sehingga kami sepakati.

“Tadi dari dewan menyampaikan keluhan warga bahwa ini sedang ujian kasihan kalau listrik gak ada. Tentunya, kami harus punya pegangan. Makanya kami minta untuk bikin surat pernyataan di atas materai bahwa nanti semuanya tahu, bahwa dalam 7×24 jam yang listrik-listriknya di putus ini, akan datang ke kami untuk mengajukan izin penghunian. Tetapi mereka masih enggan,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, rumah dinas TNI AU itu bukan hanya sebagai hunian, tapi sudah ada yang berubah fungsi untuk aktivitas bisnis.

“Rumahnya ada yang jadi kontrakan. Seharusnya sesuai aturan tidak boleh. Perpang TNI tahun 2015 itu ada kewajiban bagi penghuni dan ada larangan. Seperti tadi yang menempati itu harus bayar pbb. Listrik ya bayar. Kalau perkantoran listrik di tanggung negara, saya tiap bulan tanda tangan perkantoran-perkantoran tagihan listriknya berapa, tagihan airnya berapa tetapi itu untuk perkantoran,” terangnya.

Mengenai permintaan warga untuk pengukuran ulang luas lahan milik TNI AU yang keputusan MA, kata Kol Pnb Moch. Apon, hal itu harus melalui persetujuan Departemen Pertahanan (Dephan). Ia hanya sebatas pelaksana kebijakan pusat.

“Itu kan kami yang harus mengajukan, kalau kami bukan saya. Saya hanya pelaksana saja yang menyiapkan anggaran itu kan negara. Itu biaya APBN kalau pengukuran tanah dan besarannya ada sesuai ketentuan,” katannya.

Terdapat 108 rumah dinas milik TNI AU yang kini di tempati oleh warga. Lahan juga terdapat dua Fasum (bukan termasuk masjid). Lahan Fasum itu di gunakan sebagai sekolah TK dan SDN milik Dinas Pendidikan kota Surabaya.

“Untuk mendapatkan kembali aliran listrik, warga harus memenuhi dua syarat, yakni bersedia mengajukan izin hunian dan mengecat rumah mereka dengan warna biru. Karena itu kan warna rumah dinas TNI AU. Saya bilang, kalau yang tidak mampu akan saya belikan catnya. Jikalau beliaunya sudah sepuh, tak catin. Tetapi saya harus cek dulu benar-benar tidak mampu atau tidak,” pungkasnya.

Warga Bersikukuh Ukur Ulang Lahan

Sementara itu, Kuasa Hukum warga Putat Jaya, Beli Karamoy menyatakan, warga tetap meminta adanya pengukuran ulang atas luas lahan tersebut.

“Kalau penjelasan Danlanud normatif saja dan juga benar yang di katakan Danlanud, hanya mengikuti perintah dari atasan. Cuma di sini yang di pertanyakan oleh warga, luasan dari HPL 003. Mulai sidang  pertama, lalu ke pengadilan tinggi sampai kasasi, itu luasannya berapa. Kan itu tidak di jelaskan,” terangnya.

Ia menambakan, tertera di sertifikat 54 ribu meter persegi lahan milik TNI AU hasil keputusan MA. Namun warga ingin tahu letak lokasi lahan.

“Tertera dalam sertifikat 54 ribu meter persegi, tetapi letaknya di mana?. Karena bukti pengukuran itu ada di warga yang batas-batasnya di kawat berduri. Padahal di Simo Gunung itu tidak ada kawat berduri, karena pengajuan dokter Sarji itu di Simo Mulyo, bukan di Simo Gunung,” katanya.

“Jadi, kami akan mengambil langkah meminta BPN pengembalian batas terhadap pengembalian batas HPL 003. Karena dengan pengembalian batas, dengan ukuran yang pasti dari BPN itu yang akan menjadi acuan kami untuk mengkaji lebih mendalam lagi dan berbicara lagi dengan Danlanud Muljono,” tambahnya.

Mengenai keresahan warga yang meminta pertimbangan keputusan 7×24 jam untuk mengkosongkan tempat, kata Beli, Danlanud cukup kooperatif, bahkan dia memberikan syarat agar warga datang ke untuk membuat surat izin.

“Tetapi di sini warga bersikukuh ingin mempertahankan luasan dari HPL 03 itu luasanya berapa dan letaknya di mana. Tadi, dari BPN juga tidak bisa menjelaskan luasan itu. Hanya melihat teks tertulis yang ada di HPL 03 yang di terbitkan tahun 98. Warga sendiri sudah mengajukan SKPT dan peta bidang sudah ada itu di tahun 1994,” tegasnya.

Rencananya, warga akan mengajukan izin pengukuran ulang atas lahan di kawasan Putat Jaya ke Departemen Pertahanan (Dephan).

“Mungkin kami bikin surat pengajuan dulu, karena warga di sini untuk PK. Jadi, nanti kami lihat apakah PK atau hanya dengan pengambalian batas. Jadi, biar dari pihak Danlanud dan Hankam mengerti dengan yang ada di lokasi di Simo Gunung,” terang Beli.

Ia juga meminta kepada Danlanud agar masyarakat bisa menikmati rumah mereka dan listrik yang sudah di cabut segera teraliri lagi.

Komisi A Meminta Maaf ke Warga Tak Bisa Campuri Keputusan Hukum

Imam Syafi’i anggota Komisi A DPRD kota Surabaya meminta warga untuk koorporatif mematuhi keputusan MA atas lahan milik TNI AU di Putat Jaya.

“Dari fakta-fakta ketika kami tadi hearing, kami menemukan ternyata kasus ini sudah ada putusan yang inkrach dari MA terkait gugatan warga terhadap hak pakai nomor 3 yang di persoalkan. Tentu saja kami tidak bisa mencampuri di persoalan hukum,”terangnya.

Namun meski demikian, Komisi A berharap kepada pihak TNI AU untuk melakukan upaya pengosongan dengan cara humanis yang notabene mereka juga keluarga besar TNI AU.

“Tadi ada kesepakatan bahwa mereka yang jumlahnya ada 100 sekian rumah, kalau mau tinggal di situ di minta bikin surat permohonan huni dan bahkan dijamin sampai meninggalnya, kalau itu menyangkut mantan anggota TNI AU,” kata Imam.

“Terus terhadap anaknya, itu juga disebutkan akan mendapat tenggang waktu sampai dua tahun. Menurut kami, tawaran ini masuk akal karena ini sudah inkrach,” tambahnya.

Imam mempersilahkan warga untuk menempuh jalu hukum lainnya, apabila keputusan hearing tersebut masih kurang puas.

“Misalnya tadi yang dipersoalkan adalah peta bidang, apakah tadi sertifikat hak pakai batas-batasnya, luasannya yang mereka tempati. Kalau TNI AU, BPN tadi meyakini yaitu putusan pengadilan. Tetapi, warga menyatakan bukan itu.

“Kalau bukan itu monggo, saya sarankan warga mengajukan gugatan lagi. Tentu biayanya bisa urunan. Karena, untuk mengukur ulang itu butuh biaya,” tambahnya.

Ketidaksesuaian letak luasan lahan itu, menurut Imam, bisa menjadi bukti baru untuk bahan mengajukan gugatan lagi.

“Siapa tahu dengan begitu, warga bisa mendapatkan hak yang menurut mereka miliknya yang dibeli dari uang orang tuanya, ketika masih dinas di TNI AU. Jadi, kami membantu sampai tahap ini. Karena dewan adalah lembaga politik, karena kami tidak menguji putusan hukum, apalagi yang sifatnya inkrach,” tegasnya.

Ia menerangkan, bahwa fungsi Lembaga DPRD ini hanya sebatas mediasi saja antara warga dengan TNI AU.

“Kami hanya memediasi. Ternyata, tadi ada ketidak sepakatan meski kami tadi sudah membentu. Seperti Danlanud memberi tenggat waktu 7 hari, kami minta diundur sampai akhir Juni, Danlanud setuju kok,” ujarnya.

“Terus rumah-rumah yang lampunya dipadamkan, juga akan dinyalakan karena sekarang musim ujian anak-anak sekolah. Ternyata warga menolak,” tambahnya.

Imam Syafi’i menyampaikan permintaan maafnya kepada warga, karena Komisi A hanya bisa membantu sampai tahap dampak sosialnya saja.

“Kami mohon maaf. Kami hanya bisa membantu warga pada tahapan ini. Nanti kemudian ada bukti-bukti atau petunjuk baru, kami ingin membantu warga yang se-optimal mungkin, semampu kami,” pungkas Imam.(r7)

Loading...

baca juga