D-ONENEWS.COM

HIV/AIDS di Surabaya Tertinggi di Jatim, Fraksi PSI Semprit Dinkes

Surabaya, (DOC) – Kota Surabaya menjadi kota dengan kasus baru HIV/AIDS tertinggi se Jatim pada 2021. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, tercatat ada 323 pasien AIDS baru di Surabaya, disusul Banyuwangi (186), dan Jember (174).

Karena itu, Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kota Surabaya,
Tjutjuk Supariono mengkritik dinkes agar pada 2022 ini penanganan kasus HIV/AIDS lebih diperhatikan. “Jangan lupa bahwa kita punya target Three Zero 2030. Artinya tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada diskriminasi pada 2030,” ujar dia, Minggu (16/1/2022).

Tjutjuk menilai bahwa Informasi dan sosialisasi terkait HIV/AIDS pada masa pandemi Covid-19 ini tidak berjalan dengan baik, terutama pendidikan seksual untuk anak-anak sekolah. Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya ini juga memahami penanganan Covid-19 merupakan prioritas utama, tapi bukan berarti pemkot bisa mengesampingkan permasalahan lainnya. Apalagi kasus HIV/AIDS di Surabaya ini tertinggi di Jatim.

Menurut dia, berdasarkan laporan Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI, selama pandemi Covid-19 2020, telah terdeteksi 50.626 kasus HIV/AIDS. Angka ini berpotensi lebih tinggi, sebab estimasi kasusnya adalah 640.000. Kasus yang tidak terdeteksi ini dapat menjadi rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual berisiko.

Sementara itu, tercatat kasus HIV tertinggi adalah umur 20-29 tahun. Maka, kata Tjutjuk dari sini bisa dilihat bahwa penularan HIV sudah terjadi pada masa remaja atau anak yang umurnya kurang dari 20 tahun.

“Miris melihat data ini, sebab mayoritas kasus ini terjadi pada anak-anak muda,” ungkap dia.

Dia menegaskan, ini bisa dikatakan bahwa pendidikan seksual sejak dini yang kurang efektif dan juga kurang didukung oleh media massa. Terutama terkait penggunaan kontrasepsi yang menyebabkan kebijakan pemkot menjadi tidak tegas dan terkesan abu-abu.

Kemudian, dia menjelaskan, di lingkungan kerja, pemanfaatan digitalisasi dan media sosial, advokasi publik, dan serikat pekerja serta sosialisasi program HIV untuk perusahaan juga perlu secara gencar dilaksanakan. Tidak hanya untuk mengurangi angka HIV, namun juga untuk mematahkan stigma dan diskriminasi pada ODHA.

Ini agar upaya pencegahan HIV berhasil, orang yang hidup dengan atau berisiko infeksi HIV perlu memiliki akses alat pencegahan yang efektif, seperti akses kontrasepsi dan jarum suntik steril.

Tjutjuk juga minta agar pelaksanaan mobile VCT atau tes HIV pada populasi berisiko dapat digalakkan pada 2022, untuk menekan kasus HIV di Surabaya. “Saya optimistis, pada 2022 Kota Surabaya bisa nol angka HIV selama ada kerjasama yang baik,” pungkas Tjutjuk. (dhi)

Loading...

baca juga