D-ONENEWS.COM

Komisi B Sarankan Perda RPH Direvisi, Ini Alasannya!

Surabaya, (DOC) – Pemkot Surabaya berencana merelokasi Kantor Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Pegirian (PD RPH Pegirian) ke Banjar Sugihan, Tandes. Ini karena tempat pemotongan sapi tersebut dekat Ampel yang akan dikembangkan menjadi kawasan Wisata Religi.

Soal kapan rencana relokasi tersebut direalisasikan, saat ini masih dalam proses pembahasan. Apalagi lahan di Banjar Sugihan seluas 1,4 hektare yang sebelumnya digunakan oleh PT Abbattoir Surya Jaya tak seluas RPH Pegirian.

Dirut PD RPH Surabaya Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, proses rencana relokasi RPH Pegirian ke Banjar Sugihan terus dibahas. Sekarang tahapannya di Pemkot Surabaya. Prinsipnya RPH menyerahkan kebutuhan ruangan, hal yang terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan pemotongan yang akan dipenuhi oleh pemkot. “Proses masih berjalan. Kenapa harus di Banjar Sugihan? Karena memang disitulah peruntukan yang sementara sudah ditetapkan. Dulu ini kan lahan milik PT Abbattoir. Tapi masih dimungkinkan peninjauan di tempat lain,” ujar Fajar, Rabu (24/2/2022).

Fajar menambahkan, jika lokasi baru itu sudah siap dan ruangan-ruangan bisa dioperasikan, PD RPH siap pindah. Tapi kalau belum siap, ya tak bisa memaksakan untuk pindah. “Kami masih menunggu kesiapan pemkot untuk menyiapkan rencana sesuai yang kami inginkan,” tandas dia.

Terkait rencana pendirian rumah pemotongan unggas (RPU), Fajar menilai jika itu merupakan ikhtiar dari PD RPH untuk meningkatkan pendapatan. Bahkan, pihaknya melihat ada potensi ekonomi yang cukup besar di tempat RPU. Makanya, gagasan mendirikan RPU (ayam, bebek dan sebagainya) itu menjadi peluang bagi PD RPH untuk meningkatkan pendapatan. Selain yang utama bagaimana RPH menjamin daging unggas yang beredar di masyarakat itu bersih, sehat dan dipotong secara halal.

Ke depannya, apa pemotongan unggas di tiap-tiap pasar tradisional itu harus dipotong di RPU? Fajar menyatakan iya. Karena faktanya sekarang RPU tidak ada. Yang terjadi setiap pasar tradisional ayam, ada tempat pemotongannya dimana pengawasannya juga belum jelas. “Jadi, sudah saatnya pemkot memikirkan adanya RPU yang bisa mengakomodir itu. Tentunya kami akan memikirkan tahapannya karena kami tak mungkin memenuhi semua kebutuhan ayam. Mungkin pemotongan di pasar tradisional masih bisa jalan sementara waktu, tapi harus disiapkan tempatnya agar daging ayam yang beredar benar-benar dijamin kesehatan dan kehalalannya,” ungkap dia.

Lantas dimana lokasi RPU itu? Fajar mengaku menunggu pemkot. Karena pihaknya ingin dibangunkan, tapi butuh kajian lahannya. “Mumpung ada pintu masuk relokasi, ada dua hal yang kami inginkan. Pertama, relokasi potong sapi. Kedua, kami ingin adanya pemisahan pemotongan babi,” kata dia.

Fajar berharap pemkot mencari lahan. Kemudian dibangunkan dan RPH yang mengelolanya. Dan, pendapatan yang masuk nanti bisa menjadi pendapatan asli daerah (PAD).

Lebih jauh, Fajar menyebut di Banjar Sugihan akan dibangun dulu tempat potongnya di luar bangunan. “Jadi ini masih rencana. Toh masih dikaji lahannya dan akses keluar masuk ke tempat yang rencana jadi RPH tersebut,” jelas dia.

Dengan adanya bangunan baru, diharapkan mampu mempunyai standar sebagai rumah potong hewan. Apalagi nanti ada pemotongan unggas, sapi, hingga babi. Fajar berharap semua bisa terpisah. “Jadi tempat ini penting untuk kebutuhan daging, kesehatan hingga kehalalannya,” ungkap dia.

Karena relokasi RPH Pegirian belum ada kejelasan, maka Fajar akan mengoptimalkan saja fungsi RPH sebagai jasa potong hewan, dan itu memang tugas utamanya. “Kami juga akan mengoptimalkan penjualan di rumah daging olahan,” ujar dia.

Di sisi lain, Fajar juga menilai, jika masukan dari Komisi B cukup menarik, yakni soal revisi Perda RPH. “Karena perda yang ada saat ini, Perda Nomor 5/1988 memang sudah seharusnya mendapatkan peninjauan atau direvisi. Karena RPH yang sekarang harus bisa menjawab kebutuhan masyarakat. Artinya, dari RPH yang tradisional bertransformasi menjadi modern,” tegas dia.

Sementara itu anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, John Thamrun mengatakan, bahwa Komisi B menyarankan agar Pemkot Surabaya tidak tergesa-gesa dalam merelokasi RPH Pegirian ke Banjar Sugihan. Karena masih banyak aset Pemkot Surabaya yang bisa ditempati. “Karena luasan Banjar Sugihan lebih kecil dari tempat yang lama, sedangkan tempat yang lama saja tidak mampu menampung,” beber dia.

Selain itu, lahan di Banjar Sugihan saat ini masih dalam proses hukum dan belum ada keputusan inkrah. “Dari pada nanti bermasalah, lebih baik cari tempat lain yang tidak berperkara dan luasannya cukup mumpuni untuk RPH melakukan tugasnya,” tegas dia.

Selain relokasi, lanjut politisi PDI-P ini ada hal yang lebih penting, yakni adanya revisi peraturan daerah (Perda) tentang Rumah Potong Hewan. Ini agar BUMD milik Pemkot Surabaya ini memiliki kewenangan dalam mengendalikan harga daging di Surabaya.

Selama PD RPH tak punya kewenangan mengontrol peredaran daging, kata John Thamrun, maka perusahaan tersebut tidak bisa berfungsi secara maksimal. Dampaknya, PD RPH terus dibayangi kerugian. Apalagi, tarif jasa potong sangat rendah. “Perda tentang RPH ini sudah cukup lama, yakni sejak 1988. Maka merupakan suatu urgensi Perda tentang RPH ini harus diperbaiki, termasuk kewenangannya harus diberikan lebih. Ini agar peredaran daging di Surabaya bisa lebih terkendali dari segi harga dan terkontrol dari segi kualitas, termasuk di dalamnya mengatur tentang peredaran daging sapi impor. (di/fr)

Loading...

baca juga