Surabaya,(DOC) – Pemerintah daerah nampaknya resah dengan keluarnya surat edaran Kementrian Dalam Negeri (Kementrian) soal tunggakan hutang BPJS Kesehatan.
Hutang tersebut menjadi tanggungan masing-masing Pemda.
Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur, Budiono khawatir, SE Kemendagri itu akan memicu gejolak Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki tanggungan melunasi hutang BPJS. Apalagi jumlah hutangnya tidak kecil yang bisa membebani APBD daerah.
“Kekuatan APBD di tiap-tiap kabupaten/kota berbeda-beda, sehingga ini akan menjadi gejolak, karena daerah akan mengalami defisit anggaran untuk bayar hutang BPJS,” katanya.
Ia menambahkan, kenaikan iuran BPJS hingga 2 kali lipat akan memberatkan masyarakat. Padahal defisit anggaran di BPJS, kata Budiono, ditengarai akibat kesalahannya sendiri.
Dengan munculnya SE Kemendagri tersebut bukan solusi untuk membuat keuangan BPJS sehat.
“Pembayaran tunggakkan oleh Pemda ke BPJS bukan solusi tepat. Nanti dikemudian hari, akan muncul defisit anggaran dan BPJS memiliki hutang lagi di rumah sakit. Saya menduga defisit anggaran karena tersedot membayar gaji direktur yang besar,” tandasnya.
Ia meminta pemerintah pusat melakukan evaluasi iuran BPJS dan menarik SE Kemendagri soal tunggakkan BPJS di bebankan ke Pemerintah Kabupaten/Kota.
Seperti di ketahui Kemendagri telah berkirim surat ke Bupati/Wali Kota se Jawa Timur dan Gubernur untuk mengalokasikan anggaran tak terduga di APBD untuk membayar hutang BPJS kesehatan.
SE Kemendagri dikeluarkan pada 18 Oktober 2019 dengan nomor 900/11445/BJ yang ditanda tangani oleh Sekjen Kemendagri, Hadi Prabowo.
Dalam surat tersebut, Pemda diperbolehkan mencari dana pinjaman ke perbankan untuk melunasi hutang BPJS.(div)