D-ONENEWS.COM

PBNU Tunjuk Carteker Baru, Ketua MWCNU: Bumerang NU di Surabaya

Surabaya,(DOC) – Ketua MWCNU Gayungan Surabaya Abdul Maliq menyatakan, terbitnya SK Pengesahan Kepengurusan PCNU Kota Surabaya yang di tetapkan oleh PBNU, sangat kental dengan nuansa politik internal dan arogansi.

Hal ini juga akan menjadi bumerang NU Surabaya. Mengingat pada mulanya PBNU mengeluarkan SK Caretaker Jilid II untuk PCNU Kota Surabaya pada akhir Oktober 2022 lalu. Setelah di perpanjang masa kerjanya sampai tiga kali, Caretaker tidak juga menyelenggarakan konferensi tanpa alasan yang jelas.

Kemudian PBNU tiba-tiba melakukan penunjukan pengurus definitif PCNU Kota Surabaya untuk masa khidmat terbatas, yakni 2023-2024. Ketua Pengurus definitifnya adalah ketua caretaker yang tidak berhasil menyelenggarakan konferensi itu

“Ini merupakan sesuatu yang sangat janggal,” ujar Abdul Maliq, Selasa(25/4/2023).

Ia lantas bertanya, apa alasan Caretaker jilid II tidak menyelenggarakan konferensi ?. Apakah benar, lantaran tidak terpenuhinya syarat kecukupan untuk menyelenggarakan konferensi seperti yang di sampaikan H. Masduki Sekretaris Pengurus PCNU yang baru ?. Atau karena ada penolakan ?.

Jawabannya, sambung Abdul Maliq, pasti tidak.  Ia menjelaskan, bahwa pengurus cabang hasil Konferensi Caretaker Jilid I sudah Taslim. Bahkan sangat kooperatif membantu menyediakan data-data formil dan apa yang di perlukan oleh Carteker.

Demikian pula MWC dan ranting-ranting. Mereka di undang dan datang untuk di mintai menandatangani pernyataan ketaatan. Semua di tandatangani dan tidak ada penolakan.

“Kalau ada kekecewaan, ya pasti ada. Karena mereka sesungguhnya sudah menyalurkan aspirasinya pada konferensi yang telah berlangsung sebelumnya. Tapi mereka juga dapat taslim untuk menghindarkan kegaduhan dan mengikuti saja arahan dan program Caretaker. Mereka, para pegiat NU di Surabaya hanya ingin menjaga Marwah jam’iyah,” paparnya.

“Kalau kendala, memang ada sedikit soal administratif. Karena beberapa MWC dan Ranting telah habis masa khidmatnya di sebabkan jeda waktu 1,5 tahun yang dinyatakan sebagai status quo. Di mana pengurus hasil konferensi jilid I di anggap tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan SK,” tambahnya.

Abdul Maliq menganggap, problem ini di bikin-bikin oleh PBNU. Indikasinya waktu 1,5 tahun sebagai masa status quo dan kepemimpinan defacto hasil Konferensi yang di selenggarakan Caretaker Jilid I di anggap tidak ada.

“Kan pada kurun waktu itu beberapa MWC dan Ranting yang masa khidmat nya berakhir. Otomatis mereka harus konferensi. Kalau tidak konferensi kan ada kekosongan kepemimpinan. Apakah PBNU tidak melihat ini. Kecuali kalau PBNU berfaham khawarij?. Sebab kalau Ahlussunnah tidak membolehkan adanya kekosongan pemimpin,” ujar Abdul Maliq.

Selama ini, lanjut Abdul Maliq, ranting-ranting dan MWC sangat eksis berkegiatan dan melakukan pergantian pengurus melalui konferensi. Namun semuanya tidak di akui oleh PBNU.

“Dalam hal ini caretaker yang di bentuk karena klaim sepihak bahwa tidak ada kepemimpinan yang sah selama 1,5 tahun sejak konferensi oleh Caretaker Jilid I. Tetapi ini kan persoalan sederhana dan dapat di atasi oleh Caretaker Jilid II. Jika mereka tidak ada bias kepentingan. Tinggal verifikasi dan follow up saja. Bukankah salah satu tugas mereka juga untuk melakukan penataan organisasi ?,” tandas Maliq.

“Tapi, ya sudahlah. Kelihatannya ini bukan soal kebenaran. Tapi menang-menangan, dengan menunjukkan kewenangan atau otoritas,” sambungnya.

Ia menambahkan, semua warga Nahdliyin di Surabaya tahu hal ini. Karena NU Surabaya memang spesial dan banyak nuansa conflict of interest nya. Seperti kita ketahui, Surabaya tempat berkantornya Pengurus Wilayah NU dan banyak pimpinan tertinggi NU yang berkepentingan dengan Surabaya.

Sehingga Abdul Maliq berpendapat, penunjukan pengurus definitif, meski dengan masa khidmat terbatas, akan potensial menyisakan masalah.

“Sayang sekali ini di lakukan untuk NU di Surabaya. Sehingga sangat beralasan jika KH. Abdus Salam Sochib mengkhawatirkan akan hilangnya kepercayaan awam terhadap kepemimpinan ulama, yang lazimnya bersikap arif dan menjaga nidham,” kata Maliq.

“Memang bisa saja pengurus baru nanti membuat MWC-MWC dan ranting-ranting NU yang baru. Bahkan dengan cara yang sama, “penunjukan”. Karena klaim atau Dhon bahwa MWC ini orangnya si itu, ranting ini orangnya si ini dan karena sudah di bentuk pada timing status quo. Pasal yang di gunakan tentu bisa berulang, yaitu “kewenangan” membentuk. Tapi apakah akan di biarkan konflik itu akan merambah ke level grass root NU ?. “ imbuhnya.

Ia merasa yakin publik mengetahui dan menyaksikan geliat NU di Surabaya selama ini sudah cukup baik.

“ Ya lumayan lah (geliat NU). Kalau tidak bisa di sebut di atas lumayan. Meskipun tentu masih harus terus di tingkatkan. Lalu apakah fakta ini di korbankan untuk memenangkan ego tertentu ?. Jangan sampai kebijakan terhadap NU di Surabaya jadi bumerang. Para Nahdliyyin dan pecinta NU, tentu tidak ingin ini terjadi,” pungkasnya.(r7)

Loading...

baca juga