D-ONENEWS.COM

Perkawinan Anak dan Kekerasan Gender Ancaman Bagi Kesejahteraan Wanita dan Anak Perempuan di Indonesia

foto : Anggota Ikatan Bidan Indonesia berfoto bersama dengan para pembicara acara peluncuran program untuk kesetaraan gender dan hak reproduksi BERANI di Jakarta (10/12/2018). Dari kiri ke kanan: Anggota Ikatan Bidan Indonesia, Perwakilan UNICEF Indonesia Debora Comini, Duta Besar Kanada untuk Indonesia Peter MacArthur, Perwakilan UNFPA di Indonesia, Dr. Annette Sachs Robertson dan
Laurensia Lawintono dari Ikatan Bidan Indonesia.

Jakarta,(DOC) – Ketimpangan antara perempuan dan laki-laki serta kekerasan berbasis gender masih menjadi masalah di Indonesia.

Untuk membantu mengatasi keadaan ini, program “BERANI” atau Better Reproductive Health and Rights for All in Indonesia diluncurkan oleh UNFPA dan UNICEF bekerja sama dengan Pemerintah Kanada dan Bappenas, Senin(10/12/2018).

Sengaja program ini diambil dari kata berani, karena menyesuaikan dengan tujuannya, yaitu untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan serta kaum muda di Indonesia.

Melalui program ini, diharapkan kualitas bidan terlatih akan meningkat, sehingga menurunkan angka kematian ibu.

Begitu juga dengan kaum muda yang juga diharapkan akan memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi melalui pendidikan kesehatan reproduksi remaja serta layanan kesehatan yang ramah remaja (UNALA).

Program ini sekaligus bertujuan untuk mengubah sikap seputar praktik perkawinan anak dan kekerasan berbasis gender, melalui peningkatan fokus pada advokasi, pengumpulan bukti, pengembangan kapasitas dan kemitraan.

Peluncuran program ini, juga diikuti dengan diskusi publik yang melibatkan pembicara terkemuka sebagai penanda hari terakhir dari Kampanye 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender pada isu-isu penting yang mempengaruhi kehidupan perempuan dan anak perempuan.

Pembicara tersebut, yakni; Prof. Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia, Asisten Deputi untuk Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Masyarakat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Werdiastuti, Perwakilan dari jaringan orang muda, dan Perwakilan dari Ikatan Bidan Indonesia.

Berinvestasi pada perempuan dan anak perempuan merupakan strategi penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.

Perempuan dan anak perempuan merupakan setengah dari populasi di negara ini tetapi sering tidak menerima informasi dan layanan yang mereka butuhkan untuk berkembang.

Misalnya, satu dari sembilan anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun di Indonesia dan kemudian sering meninggalkan pendidikan yang belum selesai untuk melanjutkan kehidupan pernikahan, menciptakan siklus kemiskinan yang berlanjut ke kehidupan anak-anak mereka.

Dengan program BERANI ini, diharapkan dapat menghilangkan perkawinan anak akan membantu anak perempuan menyelesaikan pendidikan mereka, dan mendapatkan mereka pekerjaan serta berkontribusi terhadap ekonomi, sekaligus dapat meningkatkan PDB lebih dari 1,7%.

“Program BERANI sangat strategis karena membahas agenda yang belum selesai dalam kerangka pembangunan negara dan memiliki hubungan yang jelas dengan kesenjangan SDGs saat ini yang ditangani oleh negara,” ungkap Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Subandi Sardjoko.

BAPPENAS sangat menghargai inisiatif tersebut dan menekankan bahwa program BERANI sejalan dengan program nasional.

“BAPPENAS mencatat bahwa, program BERANI ini sejalan dengan program nasional yang ada dan berharap dapat memfasilitasi strategi yang tepat untuk keberlanjutan program,” imbuh Subandi.

Sementara itu, pemerintah Kanada menyambut kerjasama dengan UNFPA dan UNICEF untuk menangani masalah gender melalui program BERANI.

Pada Juni 2017 lalu, pemerintah Kanada telah meluncurkan Kebijakan Bantuan Internasional Feminis, yang mengidentifikasi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta anak perempuan sebagai dasar bantuannya.

Pemerintah Kanada mengakui cara ini adalah terbaik untuk mengurangi kemiskinan. Sehingga sebagai bentuk bagian keterlibatan dalam kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, pemerintah Kanada akan berinvestasi sebanyak $650 juta secara global selama tiga tahun, guna meningkatkan kesehatan serta hak seksual dan reproduksi untuk semua.

“Pemerintah Kanada percaya bahwa perempuan dan anak perempuan dapat mengubah dunia: jika diberi kesempatan yang sama untuk berhasil, mereka dapat menjadi agen perubahan yang kuat, yang artinya, mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, mendorong perdamaian dan kerja sama yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup bagi keluarga mereka dan komunitas mereka,” tandas Duta Besar (Dubes) Kanada untuk Indonesia, Peter MacArthur.

Kebijakan baru pemerintah Kanada sesuai mandat UNFPA dan UNICEF di Indonesia dalam upaya kolektif untuk mencapai Agenda 2030, terutama Tujuan 5 tentang Kesetaraan Gender dan Tujuan 3 tentang Kesehatan dan Kesejahteraan.

“Fokus Program BERANI adalah untuk menangani hak dalam mengakses perawatan kesehatan reproduksi berkualitas bagi semua, terutama perempuan dan anak perempuan yang terpinggirkan dan kurang beruntung. Memberdayakan perempuan dan anak perempuan, serta memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, diperlukan baik untuk kemajuan individu maupun pembangunan yang adil. Memajukan kesetaraan gender, menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan praktik-praktik berbahaya serta memastikan perempuan memiliki akses ke layanan dan informasi kesehatan reproduksi adalah tonggak utama pembangunan suatu negara dan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” papar Perwakilan UNFPA di Indonesia, Dr. Annette Sachs Robertson.

Di Indonesia, satu dari 6 anak perempuan saat ini tidak masuk sekolah setiap bulan karena menstruasi dan kurangnya fasilitas yang memadai di sekolah.

Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki kemungkinan empat kali lebih sedikit untuk menyelesaikan sekolah menengah daripada anak perempuan yang menunda pernikahan.

Program BERANI bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak perempuan dengan memberdayakan mereka untuk tetap bersekolah, membuat keputusan yang sehat, dan berkembang.

“Memprioritaskan pendidikan anak perempuan adalah strategi yang kuat untuk mengakhiri perkawinan anak dan memastikan bahwa anak perempuan dapat memenuhi potensi mereka. Semakin lama seorang anak perempuan tetap bersekolah, semakin lama perkawinan ditunda dan semakin banyak waktu seorang anak perempuan harus mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan keyakinannya untuk membuat keputusan. Kami ingin memastikan bahwa setiap anak perempuan memiliki hak dan kemampuan untuk menyelesaikan pendidikan mereka, untuk memasuki dunia kerja formal, dan untuk berkontribusi pada masyarakat dan ekonomi. Dengan menunda pernikahan dan kehamilan, anak perempuan akan lebih mampu menyehatkan dan merawat anak-anak mereka, menuju keluarga yang lebih sehat dari generasi ke generasi,” ungkap Debora Comini, Perwakilan UNICEF di Indonesia.

Sekedar informasi, UNFPA, UNICEF dan Pemerintah Kanada, bekerja sama dengan BAPPENAS dan kementerian terkait (termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Asosiasi Bidan Indonesia, Yayasan Siklus Sehat Indonesia dan Organisasi Keagamaan berkomitmen untuk mendukung perempuan dan anak perempuan di Indonesia agar mereka dapat berkembang dan berkontribusi secara berarti bagi perkembangan keluarga dan masyarakat mereka, dengan cara ini mereka dapat berkontribusi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.(robby/r7)

Loading...

baca juga