“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Itulah bunyi pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengaplikasikan pasal tersebut, salah satunya melalui program pemberian makanan (permakanan) yang sudah dimulai sejak 2012.
Ada tiga sasaran utama program permakanan di Surabaya. Yakni, lansia terlantar, anak yatim dan penyandang disabilitas. Oleh karenanya, perangkat kecamatan maupun kelurahan punya kewajiban mendata calon penerima permakanan di wilayah masing-masing. Selanjutnya, data itu akan diverifikasi dinas sosial.
Penerima program tersebut mendapatkan makanan gratis yang dikirim ke rumah setiap harinya. Untuk menjamin pemenuhan gizi penerima program permakanan, dinas sosial berkoordinasi dengan ahli gizi Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Menu makanan juga berubah-ubah secara periodik agar penerima program tidak bosan.
Berdasar data Dinas Sosial Kota Surabaya, penerima program permakanan tahun 2019 mencapai 35.414 orang. Rinciannya, lansia dan pra-lansia 20.000 orang, anak yatim, piatu dan yatim piatu sebanyak 6.000 anak, serta penyandang disabilitas sebanyak 9.414 orang.
“Mereka semua yang mendapat permakanan merupakan warga miskin. Untuk pra-lansia mulai umur 45-60 tahun dan lansia 60 tahun ke atas. Sementara untuk anak yatim, mulai umur 0 sampai 18 tahun, dan bagi penyandang disabilitas semua umur,” kata Supomo, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya.
Untuk memastikan penyaluran program permakanan di lapangan berjalan lancar, Supomo menjelaskan, dinas sosial mempunyai Satgas Permakanan yang bertugas mengawasipendistribusian di 31 kecamatan. Di samping mengawasi, Satgas Permakanan juga bertugas melakukan verifikasi penerima program yang total anggarannya mencapai Rp 156,4 miliar tersebut.
Salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program permakanan,Rumzana (47), sangat mengapresiasi program yang digagas Pemkot Surabaya. Rumzana memiliki anak penyandang disabilitas di daerah Tenggilis Mejoyo. “Menurut saya program ini sangat bagus dan membantu keluarga kami, khususnya dalam pemenuhan gizi kami. Semoga program ini terus berlanjut,” katanya.
Selain program permakanan, pemkot juga memiliki program pemberian makanan tambahan yang lebih fokus pada peningkatan gizi kelompok masyarakat tertentu. Tujuannya, untuk menyasar kelompok masyarakat yang belum ter-cover permakanan dari dinas sosial. Misalnya, balita, siswa PAUD, ibu hamil/menyusui, penderita HIV/AIDS, TBC, kusta, hingga pasien paliatif. Program makanan tambahan ini dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Senang Melihat Mereka Tersenyum
Salah seorang petugas pembuat permakanan adalah Siti Sofia. Perempuan yang aktif di berbagai kegiatan sosial ini setiap hari berkewajiban menyiapkan makanan bagi para penerima program. Kendati sudah berusia lanjut, namun dia tetap bersemangat memberikan pelayanan terbaik. Menurut dia, bisa berguna buat masyarakat yang membutuhkan merupakan suatu kebanggaan tersendiri. “Saya senang bisa melayani dan berbagi kepada mereka yang kurang berutung keadaan ekonominya,” ungkapnya.
Sofia, yang sudah menjadi petugas pembuat permakanan sejak 2015 ini dibantu petugas pengirim makanan kepada penerima program. Salah satu petugas pengirim yakni Bimantara. Lelaki paruh baya ini mengaku senang kendati dalam praktiknya kerap mengalami suka dan duka sebagai petugas pengirim.
Dia menuturkan, saat awal-awal melaksanakan tugasnya, dia kerap kesulitan mencari alamat penerima. “Setiap mengantar harus selalu tanya-tanya ke warga sekitar, karena alamat susah dicari,” terangnya.
Pernah suatu saat, ban motor Bima bocor. Namun, dia bertekad tetap harus mengantar makanan tersebut karena ada orang yang membutuhkan. Terlepas dari itu, Bima mengaku bahagia menjadi bagian dari upaya pemerintah kota dalam mensejahterakan warganya. “Senang sekali bisa melihat orang-orang tersenyum bahagia, apalagi waktu ngirim makanan itu mereka tersenyum,” pungkasnya.(adv)