Surabaya,(DOC) – Pandemi virus corona atau Covid-19 memang belum akan berakhir dalam waktu dekat. Namun polemik pembukaan sekolah sudah mulai dibicarakan di masyarakat Kota Pahlawan ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan Surabaya Consulting Group (SCG Consulting) pada akhir Bulan November lalu dengan 1200 responden, mendapat respon yang berimbang oleh masyarakat Surabaya. Sebanyak 51,17 persen setuju penutupan sekolah dan 48,83 persen meminta sekolah dibuka.
“Pemerintah harus pertimbangkan matang untuk memutuskan membuka kembali sekolah, karena relatif berimbang aspirasi yang ada. Boleh dibilang separuh ingin dibuka dan separuh warga ingin tetap sekolah di rumah saja melalui daring”, diungkap Ryan Baskara, Peneliti SCG Consulting pada Selasa (8/12/2020) di Surabaya.
“Ini berbeda dengan keinginan masyarakat atas dibukanya tempat ibadah yang mencapai 94 persen, mungkin pertimbangan responden adalah kepercayaan atas kepatuhan orang dewasa di dalam rumah ibadah untuk patuh protokol lebih tinggi dibanding dengan anak-anak saat di sekolah. Sebagian responden tidak yakin anak-anak akan patuh protokol kesehatan saat di sekolah,“ tambah Ryan.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan kepuasan masyarakat atas kinerja Walikota Surabaya Tri Rismaharini tergambar sangat kuat.
“Hasil penelitian sangat jelas bahwa 68,5% masyarakat Surabaya merasa Bu Risma dan jajaran Pemkot Surabaya sudah maksimal dalam memimpin penanganan pecegahan dan penyebaran Virus Covid-19 ini. Variabel kepuasan masyarakat diantaranya didapat dari aktivitas Pemkot dalam melakukan penyemprotan disinfektan di jalan-jalan mencapai 93,33 persen. Lalu operasi tidak memakai masker diberikan sanksi juga mendapat respon positif dari masyarakat sebesar 91,00 persen. Masyarakat juga memberi apresiasi positif 72,33% atas kebijakan pembubaran kerumuman swab-hunter yang dilakukan Pemkot Surabaya seperti membubarkan kerumuman di warkop, cafe atau tempat nongrong lainnya,” jelas Ryan.
“Mengenai persepsi masyarakat dengan munculnya wabah Covid-19 pada awal 2020 ini, banyak yang mempercayai virus ini muncul karena faktor alam sebanyak 75,83 persen. Namun ada pula masyarakat yang percaya bahwa Covid-19 adalah faktor rekayasa sebesar 24,17 persen,” pungkasnya.(robby)