
Surabaya,(DOC) – Wacana pemisahan Pemilu nasional dan lokal saat ini tengah berkembang seiring usulan dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia atau Puskapol UI. Hal ini mendapat dukungan dari DPRD Jatim. Wakil rakyat di Gedung Indrapura menilai memang perlu kajian untuk sistem Pemilu saat ini.
Dukungan ini misalnya di sampaikan oleh Anggota Komisi A DPRD Jatim Ubaidillah. Dia mendukung agar sistem Pemilu di Indonesia bisa semakin baik.
“Saya sepakat dengan itu agar energi tidak terlalu terkuras seperti sekarang,” kata Ubaid pada, Jumat (7/3/2025).
Ubaid sudah beberapa kali mengikuti Pemilu. Dia menilai dengan keserentakan pelaksanaan antara nasional dengan lokal memang cukup membutuhkan energi lebih.
Tantangannya lebih kompleks. Sehingga, dia pun menyambut baik wacana pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal yang saat ini bergulir. Bahwa, perlu sistem Pemilu yang berlaku saat ini bisa ditinjau ulang.
Meski begitu, Ubaid yang merupakan politisi PKB itu berharap jika ditinjau ulang, maka nantinya harus dipikirkan mekanisme yang efektif dan efisien. Dia pun berharap sistem Pemilu di Indonesia bisa semakin baik.
“Tapi intinya saya mendukung penuh wacana untuk memisahkan Pemilu lokal dan nasional,” ujar politisi muda tersebut.
Usulan dari Puskapol UI sebelumnya terungkap beberapa hari lalu. Mereka mengusulkan Pemilu tingkat nasional dipisah dengan Pemilu tingkat lokal.
Peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti mengatakan, saran ini berangkat dari pemilihan 7 serentak yang telah terjadi pada tahun 2019 dan tahun 2024. Dia menilai, pemilu serentak justru tidak mencapai tujuan utamanya.
Adapun pemilu tingkat nasional terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI. Sedangkan pemilu lokal terdiri dari pemilihan gubernur, bupati, wali kota, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pernyataan Delia disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).
“Kami memberikan rekomendasi mempertimbangkan opsi alternatif desain keserentakan pemilu dengan mengacu pada putusan MK No 55/PUU-XVII/2019, yakni adalah keserentakan pemilu yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal,” kata Delia.
Delia mengungkapkan ada sejumlah pertimbangan. Misalnya, pemilu serentak tidak menciptakan kondisi yang baik terhadap literasi pemilih alias pengenalan pemilih dengan calon peserta pemilu yang dipilihnya.
Hal ini berbanding terbalik dengan peningkatan partisipasi pemilih. Ketidakseimbangan ini lantas menimbulkan maraknya praktik politik uang atau money politics.(wafik/r7)