Probolinggo,(DOC) – Di tengah duka mendalam atas tragedi runtuhnya musholla Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, muncul secercah harapan dari kisah empat santri bersaudara asal Probolinggo yang berhasil selamat. Meski tubuh mereka masih di balut luka, semangat untuk kembali menimba ilmu tak sedikit pun surut.
Keempat santri tersebut adalah Maulana Ibrahim Zainul Yaqin (18), M. Alvin Ramadhani (18), Zainul Hakim Muzakki (15), dan Syailendra Haikal. Mereka kini menjalani masa pemulihan di rumah orang tua mereka di Desa Sepuh Gembol, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo.
Dari keempat bersaudara itu, hanya Syailendra Haikal yang masih di rawat intensif di RS Sidoarjo. Ia di temukan oleh tim SAR beberapa hari setelah kejadian dalam kondisi sangat lemah. Saat di evakuasi, Haikal berada di bawah tubuh seorang santri lain yang tewas dalam posisi sujud, di duga tengah berusaha melindunginya.
“Kami hanya bisa bersyukur dan berdoa. Haikal masih di beri kesempatan hidup,” ujar Sulastri, ibu dari keempat santri itu, dengan suara bergetar.
Satu Jalani Operasi, Dua Pulih
Sementara itu, Maulana Ibrahim, kakak tertua, mengalami luka serius di pergelangan kaki kiri setelah tertimpa beton. Ia sempat menjalani operasi dan di rawat selama tiga hari di rumah sakit sebelum akhirnya di perbolehkan pulang.
“Alhamdulillah, meski harus menahan sakit, anak kami masih di beri keselamatan,” tutur Sulastri dengan mata berkaca-kaca.
M. Alvin Ramadhani, sang adik, hanya mengalami luka ringan di kepala akibat benturan material bangunan. Kini ia dalam masa pemulihan di rumah dan mulai bisa beraktivitas ringan. Sementara Zainul Hakim Muzakki (15), adik bungsu mereka, lolos dari tragedi karena saat kejadian sedang tidak berada di lokasi.
Kondisinya yang sedang sakit membuat ia beristirahat di asrama, beberapa meter dari musholla yang ambruk. Bahkan, beberapa saat sebelum peristiwa itu, ia sempat menelepon ibunya untuk meminta di jenguk.
“Saya sangat bersyukur. Andai waktu itu anak saya ikut shalat berjamaah, mungkin ceritanya akan lain,” ungkap Zainab, ibunda Muzakki, menahan haru.
Tekad Kuat Kembali ke Pondok
Meski baru saja melewati pengalaman traumatis, keempat bersaudara ini tetap menegaskan tekad mereka untuk kembali belajar di Ponpes Al Khoziny setelah kondisi memungkinkan. Bagi mereka, peristiwa itu bukan akhir, melainkan ujian untuk memperkuat keimanan dan semangat belajar.
“Anak-anak sudah bilang ingin kembali ke pondok. Mereka bilang, insyaallah tidak takut, karena di sana mereka ingin terus belajar agama,” kata sang ibu.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui pihak Kecamatan Wonomerto memastikan pendampingan penuh terhadap proses pemulihan keempat santri tersebut.
“Kami terus memantau kondisi para santri dan berkoordinasi dengan keluarga serta pihak pesantren agar mereka mendapat perawatan terbaik,” ujar Iswahyudi, Sekretaris Camat Wonomerto.
Pendampingan di lakukan tidak hanya secara medis, tetapi juga psikologis, agar para santri dan keluarga bisa pulih dari trauma pascakejadian.
Sebagaimana di ketahui, operasi pencarian dan evakuasi korban di lokasi runtuhnya musholla Ponpes Al Khoziny resmi di tutup pada Selasa (7/10/2025) oleh Kantor SAR Surabaya. Sebanyak 63 korban meninggal dunia berhasil di temukan, termasuk enam bagian tubuh yang telah teridentifikasi di lokasi kejadian. (r6)





