D-ONENEWS.COM

Sikapi Ancaman Mundur Puluhan Ketua RT/RW, Komisi A Minta Pemkot Batalkan Relokasi Pedagang Unggas

Surabaya,(DOC) – Wakil Ketua Komisi A DPRD kota Surabaya, Adi Sutarwijono membeberkan, terdapat 25 Ketua Rukun Tetangga(RT), 4 Ketua Rukun Warga(RW) dan Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat (LKMK) di kelurahan Panjang Jiwo, Tenggilis Mejoyo, Surabaya, mengancam mengundurkan diri dari jabatannya, karena protes relokasi para pedagang unggas dari pasar Keputran ke pasar Panjang Jiwo.

Menurut Adi, mereka memprotes karena keputusan relokasi pedagang Unggas dari Keputran ke pasar Panjang Jiwo, diambil sepihak oleh Satpol PP kota Surabaya.

“Sekarang sudah tahap pengembalian stempel ke kantor kecamatan. Mereka mengancam akan mengajukan pengunduran diri,” ungkap Adi Sutarwijono usai rapat dengar pendapat (hearing) dengan para pengurus RT/RW dan LKMK Panjang Jiwo di Komisi A, Jumat(19/10/2018).

Ide relokasi para pedagang pasar unggas itu, kata Adi, awalnya digagas oleh Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS) dengan mempertimbangkan luas pasar Panjang Jiwo yakni sekitar 800 meterpersegi, yang dianggap memadai untuk menampung para pedagang pasar unggas pindahan dari pasar Keputran.

“Namun sayangnya aspek lain tidak diperhitungkan. Kalau dipindah karena bau, berarti sama saja memindah polusi ke tempat lain. Padahal, Pasar Panjang Jiwo berhimpitan dengan permukiman penduduk,” tandas Adi.

Pendapat itu, ternyata berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya.

Menurut Bappeko, lanjut Adi, relokasi pedagang pasar unggas Keputran itu, bukan karena bau, tapi terkait rencana pelebaran jalan.

Ia menengarai, relokasi pedagang unggas ini kemungkinan ada rentetannya dengan sidak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Pasar Keputran beberapa waktu lalu.

“Menurut pedagang Keputran pembongkaran stan unggas hanya 1,5 meter, namun faktanya sampai 8-9 meter sehingga menggerus banyak stan,” katanya.

Untuk mengurai persoalan ini, menurut Adi, Komisi A mengeluarkan rekomendasi yang intinya mendesak Pemkot Surabaya membatalkan pemindahaan pasar unggas.

“Mengenai solusinya akan ada rapat lanjutan,” tandasnya.

Adi menjelaskan, pokok permasalahan dari keputusan relokasi pasar Keputran ini, harus diurai dulu penyebab pastinya, apakah untuk pelebaran jalan atau karena bau.

Jika alasannya karena bau, lanjut Adi, Badan Lingkungan Hidup (BLH) harusnya bisa mengatasi dengan membangun Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) untuk para pedagang unggas.

“Kalau PDPS tidak punya uang, Pemkot bisa membangun IPAL melalui penyertaan modal kepada PD Pasar sehingga persoalan bau bisa diatasi,” ungkapnya.

Tapi kalau dipindah karena untuk pelebaran jalan, maka harus dilihat dulu proyeksi pelebaran jalannya, apakah dengan memaksa pedagang untuk digusur atau tidak.

“Kalau masih bermasalah, berarti ada persoalan lain yang kita tidak tahu, Tapi kalau hanya persoalan kedua itu, maka para pedagang pasar unggas tidak perlu digusur,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini menyarankan, agar Pemkot dan PDPS membangun pasar khusus potong unggas yang representative lengkap dengan IPAL nya, jika memang dibutuhkan para pedagang unggas dipasar Keputran harus direlokasi.

“Aset Pemkot juga banyak yang bisa dipakai. Bisa juga menggunakan tempat pemotongan hewan milik rumah potong hewan di Kedurus, yang informasinya tidak dipakai lagi,” katanya.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PD Pasar Surya Zandy Ferryansah pada saat rapat dengar pendapat sebelumnya dengan Komisi B mengatakan, selain alasan pelebaran jalan, relokasi para pedagang unggas lantaran di pasar tersebut belum memiliki fasilitas IPAL.

Ia mengatakan, instansinya mendapat keluhan warga terhadap bau yang ditimbulkan dari pemotongan ayam tersebut. Hal ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti timbulnya bau kurang sedap dan pencemaran terhadap sungai yang berada di sebelah pasar.

“Limbah pemotongan oleh para pedagang di buang ke sungai, ini yang perlu kita tertibkan,” katanya.(rob/r7)

Loading...

baca juga