D-ONENEWS.COM

Ketua Komisi A Tak Persoalkan Wacana Penghapusan Program Hibah Lewat Jasmas

Surabaya,(DOC) – Pasca terseretnya tersangka beberapa anggota DPRD Kota Surabaya dalam program dana hibah melalui Jaring Aspirasi Masyarakat(Jasmas) 2016 lalu, memicu wacana penghapusan program Jasmas untuk kalangan anggota legislatif.

Seperti di ketahui Jasmas merupakan agenda rutin anggota legislatif per – tri wulan untuk mengakomodir aspirasi para konstituennya sebagai keterwakilan rakyat di pemerintahan. Wacana penghapusan program Hibah lewat Jasmas, dinilai preseden buruk bagi para legislatif untuk bisa menggalang simpatik dari konstituennya di  daerah pemilihannya.

Namun wacana tersebut tak menjadi persoalan serius bagi Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya dari Fraksi Demokrat, Herlina Harsono Njoto.

Herlina mengaku sudah terbiasa mengakomodir kepentingan konstituennya tanpa melalui program Hibah. Bahkan dalam kurun waktu 3 tahun, program tersebut nyaris tidak dilaksanakan oleh DPRD Kota Surabaya.

Menurut Herlina, sesuai pertauran pemerintah (PP) nomer 12 tahun 2018, anggota DPRD bisa menerima, menampung, menyerap, sekaligus menindaklanjuti pengaduan dan aspirasi masyarakat melalui tugas, fungsi, dan wewenang DPRD. Tanpa harus lewat program hibah yang disampaikan saat menggelar Jasmas.

“Pengajuan hibah adalah salah satu bentuk tindak lanjut dari aspirasi masyarakat, yang sejatinya anggota DPRD tidak terlibat dalam proses verifikasi dan pencairan anggaran,” kata Herlina, Selasa(13/8/2019).

Ia menjelaskan, selepas pengajuan hibah dari proses Jasmas, sebenarnya anggota DPRD sudah tidak memilki kewenangan lagi untuk menginvertensi pelaksanannya.

“Verifikasi, pencairan, sampai dengan kroscek pertanggungjawaban belanja hibah sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Kota,” tandas politisi yang terpilih lagi sebagai anggota DPRD Surabaya periode 2019-2024 mendatang.

Mengenai persoalan hukum yang menjerat rekan-rekannya di lembaga legislatif terkait kasus Jasmas 2016, Herlina merasa kaget.

“Tentu saja membuat kaget dan prihatin. Bagaimana bisa anggota DPRD yang tidak punya kewenangan terhadap proses pencairan hibah dan pertanggungjawaban, menjadi tersangka dugaan korupsi dana hibah,” paparnya politisi perempuan ini.

Ia memaparkan, alur pencairan dana hibah yang diawali dari masyarakat mengajukan ke anggota DPRD lewat Jasmas, kemudian ditindaklanjuti ke Pemerintah Kota dan dilakukan proses verifikasi sampai pada pencairan dana.

Kemudian warga penerima hibah membelanjakan sesuai pengajuan dan hasilnya dilaporkan sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Setelah menerima laporan, pemberi hibah(Pemkot,red) mengkroscek hasilnya dengan laporan penerima hibah.

“Saya sangat yakin, tidak ada seorangpun anggota DPRD yang masuk ke institusi DPRD dan kemudian bercita-cita melakukan korupsi dana hibah.

Tapi tentunya pihak kejaksaan telah sangat berhati-hati dalam menentukan tersangka. Aparat hukum tentunya bertindak adil, profesional, dan mengedepankan azas-azas hukum yang berlaku,” katanya.

Mengenai wacana penghapusan program hibah, lanjut Herlina, untuk mengakomodir keinginan konstituen, hibah bukanlah cara satu-satunya bagi anggota legislatif.

Tapi pertanyaannya, kata dia, apakah semudah itu pemerintah menghapus program hibah lewat Jasmas hanya karena kasus dugaan korupsi penyaluran dana hibah 2016 lalu.

“Pertanyaannya, jika hibah tahun 2016 menuai kasus adanya dugaan korupsi, lalu apakah serta merta program hibah ditiadakan?,” tanyanya.

Kasus dugaan korupsi seperti ini, menurut Herlina, bukan pertama kalinya terjadi di Surabaya.

Dijelaskan oleh Herlina, kasus korupsi bukan hanya soal dana hibah saja, melainkan banyak hal seperti diantaranya kasus korupsi pajak, pembebasan lahan, pungli, dan banyak lagi.

“Lantas apakah pajak tidak perlu ditarik lagi daripada di korupsi, pembangunan yang membutuhkan pembebasan lahan tidak perlu dilakukan lagi, atau pelayanan terhadap masyarakat tidak perlu diberikan daripada ada kasus pungli?” tanyanya.

Tentu saja tidak demikian, pemerintahan yang baik tidak langsung serta merta menghapus setiap ada kasus muncul. Kata Herlina, kelirunya sistem yang harus dibenahi, bukan hak masyarakat yang dihilangkan.

“Apapun itu, saya kira kita semua tentunya akan berupaya lebih baik lagi untuk melayani masyarakat Surabaya.” pungkasnya.(adv/r7)

Loading...

baca juga