Surabaya,(DOC) – Satreskrim Polrestabes Surabaya membongkar kasus dugaan mafia tanah di Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur.
Pelaku kasus dugaan mafia tanah itu berinisial ES (55). Ia merupakan Direktur PT Barokah Inti Utama yang telah menjalankan perusahaan perseroan terbatas sejak 2015 silam.
Wakil Kepala Satreskrim Polrestabes Surabaya Kompol Edy Herwiyanto mengatakan, ES dan perusahaannya menjual tanah kaveling seluas 56 hektare.
Perusahaan yang beegerak di bidang properti itu, telah menghimpun setidaknya Rp 22 miliar dari 90 konsumen pembeli tanah yang ternyata tidak bertuan atau dimiliki orang lain.
“Jadi oleh pelaku seolah-olah tanah seluas itu milik perusahaan yang telah diplotting jadi site plan beberapa bidang kavling, kemudian ditawarkan kepada konsumen,” kata Edy saat rilis di Mapolrestabes Surabaya, Senin (22/11/2021).
Padahal, lanjut Edy, lahan seluas 56 hektare yang berada di Medokan Ayu bukanlah milik PT Barokah Inti Utama. Tanah tersebut merupakan milik seorang warga yang sudah meninggal sejak 1979 silam.
“Tersangka menawarkan tanah itu melalui brosur maupun melalui media massa, kemudian setelah ada customer membayar, diterima bayaran itu,” ujar dia.
Pihaknya menangkap ES setelah terdapat tujuh korban melapor. Ia menduga, masih banyak masyarakat yang menjadi korban, namun belum banyak yang melapor.
Bahkan, kata dia, yang menjadi korban memiliki latar belakang berbeda, seperti pegawai swasta, ASN, hingga anggota TNI.
“Kalau jumlah kerugiannya itu bervariasi, berkisar antara Rp 90 juta sampai Rp 300 juta,” tutur dia.
Adapun total kerugian atas tujuh laporan polisi itu mencapai Rp 1.667.372.000.
Berdasarkan pengakuan ES, hasil penjualan tanah kavling digunakan untuk membiayai down payment pembayaran tanah yang diklaim miliknya, serta digunakan untuk operasional perusahaan.
“Untuk akomodasi kerja selama 5 tahun. Saya perlu garisbawahi, dari tanah kavling yang dijual berdassrkan site plan sebanyak 223 kavling, yang sudah laku hanya 90 kavling,” kata ES.
Akibat perbuatannya itu, ES dijerat dengan pasal penipuan dan penggelapan. Ia dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan Pasal 64 KUHP.(ng/r7)