Surabaya,(DOC) – Aksi unjuk rasa dari warga Jarak dan sekitar gang Dolly yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Dolly (Forkaji) dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jl. Arjuno, Jumat(31/8/2018).
Seperti pada aksi sebelumnya, para pendemo ini, menolak gugatan class action ke Pemkot Surabaya atas penutupan lokalisasi Dolly dan sekitarnya yang di ajukan sebagian warga ke pihak PN Surabaya.
Terpisah, Ketua PN Surabaya, Sudjatmiko menyatakan, surat tuntutan dari para pendemo sudah diterimanya.
” Sudah kami terima, diantar langsung oleh Humas Pengadilan Pak Sigit Sutriono, kemarin Kamis(30/8/2018),” ujar Sudjatmiko.
Menurut Sudjatmiko, surat tuntutan itu telah direkomendasikan kepada Hakim yang menangani perkara tersebut. Untuk menolak dan mengabulkan gugatan, lanjut Sudjatmiko, dirinya tak memiliki kewenangan, karena bukan kapasitasnya.
”Yang jelas (Gugatan Class Action,red) yang diperiksa itu segi Formilnya dulu, Sudah memenuhi persyaratan atau belum, baru Materiilnya ” terangnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Warga Jarak-Dolly, melayangkan Gugatan Class Action pada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dan menuntut ganti rugi sebesar Rp. 270 Miliar.
Mereka menilai, Pemkot Surabaya telah gagal mensejahterakan warga Dolly paska penutupan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu.
Menanggapi hal itu, ketua Forkaji Surabaya membantahnya. Malah sebaliknya, pasca ditutupnya lokalisasi Dolly, warga disekitar telah mengembangkan UMKM.
” Disini sudah berdiri produk UKM sampai kebanjiran order salah satunya sandal hotel yang sudah mendapatkan ribuan order dari beberapa hotel yang ada di Surabaya.” Kata Korlap Forkaji, Kurnia Cahyo.
Kurnia menambahkan, sampai detik ini UMKM masih kekurangan tenaga kerja gara-gara kebanjiran order.
”Kami sendiri kurang tenaga kerja. Kalau mereka ngomong tidak ada peningkatan ekonomi, itu bohong,” serunya.
Kurnia juga menuding, gugatan class action ke Pemkot Surabaya dengan meminta ganti rugi uang sebesar Rp 270 miliar, dianggap hanya untuk kepentingan segelintir orang saja yang diduga bukan murni warga Jarak – Dolly.
“ Uang itu buat siapa? Hanya untuk memenuhi perut atau kepentingan segelintir orang saja,” imbuhnya.
Senada dikatakan GP Ansor Surabaya, mereka juga menolak dibukanya rumah musik yang dianggapnya dapat berpotensi melahirkan kembali bibit-bibit prostitusi di kawasan eks lokalisasi Dolly.
“ Kita dukung upaya warga menolak rencana rumah musik karena kita nggak ingin ada bibit-bibit lagi prostitusi di Jarak dan Dolly,” terang Ketua PC GP Ansor Kota Surabaya M Faridz Afif.
Afif menegaskan bahwa pihaknya terus mengawal serta bergandengan dengan massa dari ormas Islam lainnya untuk tetap mengawal isu ini.
“ Seluruh ormas Islam akan turun, terutama ormas di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU),” Pungkasnya.(pro/r7)