D-ONENEWS.COM

Tanggapan JPU Kejari Surabaya: Eksepsi Eks Petinggi Satpol PP Gagal Paham

foto: dok

Surabaya,(DOC) – Sidang lanjutan dugaan penjualan barang sitaan Satpol PP Kota Surabaya senilai Rp500 juta, di gelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu(12/10/2022) kemarin.

Agenda sidang yakni tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya atas eksepsi tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Ferry Jocom.

Terdakwa merupakan eks petinggi Satpol PP dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bidang (Kabid) Ketentraman Umum dan Ketentraman Masyarakat.

Tanggapan dari JPU Kejari Surabaya di bacakan di hadapan majelis hakim yang di ketuai Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN. Di bantu 2 Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota, yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH.

Dalam materi tanggapan tersebut,  JPU Kejari Surabaya menyatakan menolak eksepsi terdakwa. Sekaligus menegaskan bahwa surat dakwaan JPU sudah di susun sesuai peraturan perundang-undangan.

“Tanpa bermaksud mengurangi kegigihan Penasihat Hukum dalam membela kliennya. Menurut hemat kami bahwa penasehat hukum tidak memahami ruang lingkup nota keberatan. Sebagaimana yang di atur dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP,” kata JPU Kejari Surabaya, Nur Rahmansyah saat membacakan tanggapan dalam persidangan.

“Ketidakmengertian, ketidakpahaman penasehat hukum terlihat dari uraian nota keberatan yang di bacakan pada persidangan 5 oktober 2022 lalu yang telah banyak memasuki substansi atau materi pokok perkara. Oleh karenanya, kami hanya akan menanggapi Nota Keberatan Penasehat Hukum yang berkaitan dengan ruang lingkup keberatan sebagaimana yang telah di tentukan dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP saja,” sambungnya.

Nur Rahmansyah menambahkan Surat Dakwaan Penuntut Umum No. reg. perkara: PDS – 14/M.5.10/Ft.1/09/2022 tertanggal 14 September 2022 sudah memenuhi pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP.

Adapun syarat-syarat yang harus di penuhi oleh penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan di antaranya.

Penuntut umum dalam membuat surat dakwaan yang di beri tanggal dan di tandatangani serta berisi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Lalu uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana itu sendiri.

“Dalam praktek syarat-syarat yang bertalian dengan formalitas di sebut syarat formal (Tanggal, tanda tangan dan identitas lengkap terdakwa). Sedangkan syarat-syarat berkaitan dengan isi atau materi (Uraian dengan tindak pidana yang di dakwakan waktu serta tempat tindak pidana) di sebut syarat meteriil,” jelasnya.

Memperhatikan doktrin di atas, maka, kata Nur Rahmansyah, pihaknya berpendapat keberatan yang di ajukan tim penasehat hukum dengan alasan dakwaan tidak dapat di terima sebagaimana di kemukakan pada nota keberatannya, menunjukkan tim penasehat hukum tidak memahami dengan benar tentang materi pengajuan keberatan yang di atur dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP.

“Dalam hal ini penasehat hukum tampaknya tidak dapat memilah hal-hal mana saja yang dapat di jadikan alasan pengajuan keberatan. Sehingga terkesan bahwa tim Penasehat Hukum berupaya untuk menarik materi pokok perkara sebagai materi pengajuan keberatan. Tentunya pengajuan keberatan yang demikian itu haruslah di tolak atau di kesampingkan. Karena tidak memenuhi alasan yuridis sehingga pada prinsipnya tidak perlu di tanggapi lebih lanjut,” pungkasnya.(r7)

 

Loading...

baca juga