Surabaya,(DOC) – Menjelang pengesahan Raperda Pengelolaan Aset Kekayaan Daerah Kota Surabaya dalam rapat paripurna DPRD Kota Surabaya, Senin (17/5/2021), puluhan warga surat ijo yang tergabung dalam Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) berunjuk rasa.
Aksi KPSIS di depan gedung DPRD Kota Surabaya menuntut agar pengesahan Raperda Pengelolaan Aset Kekayaan Daerah Kota Surabaya dibatalkan.
Menurut Ketua Umum KPSIS, Haryono, warga surat ijo Surabaya menolak pengesahan Raperda Pengelolaan Aset Daerah, karena di dalam raperda tersebut ada pasal yang berbunyi, bahwa siapa yang tidak membayar retribusi maka akan dipidanakan.
“ Warga pemilik surat ijo merasa ditelikung. Selain itu yang jadi pertanyaan, mengapa pengesahan Raperda Pengelolaan Aset Kekayaan Daerah Surabaya dilakukan saat masih suasana Lebaran. Ini kan sama saja seperti pengesahan Omnibus Law yang disahkan dinihari. Ini jelas bentuk arogansi anggota dewan yang terhormat di Surabaya,” ujar dia kepada wartawan, Senin(17/5/2021).
Lebih jauh, Haryono menjelaskan, dalam pasal yang ada di raperda tersebut di mana diterapkan sanksi dan denda jika penghuni tidak membayar retribusi, plus akan dipidana. Lantas di mana rasa perikeadilannya wakil rakyat yang terhormat si pembuat raperda.
“Makanya, kami menolak pengesahan raperda tersebut. Kami merasa dizalimi. Kalau raperda tersebut tetap disahkan kami akan terus demo di gedung DPRD Kota Surabaya,”tandas Haryono.
Dia mengaku kecewa dengan anggota DPRD Kota Surabaya. Menurut dia, seharusnya wakil rakyat itu membela rakyat, tapi malah berpihak kepada Pemkot Surabaya.
Haryono menjelaskan, sepekan sebelum Lebaran perwakilan warga pemilik surat ijo menghadap Komisi B DPRD Kota Surabaya dan meminta agar Raperda Retribusi Kekayaan Aset Daerah Surabaya tidak disahkan. Namun, argumentasi-argumentasi yang dilontarkan warga pemilik surat ijo tidak digubris anggota Komisi B.
“Jika raperda ini disahkan maka penjara akan dipenuhi oleh pejuang-pejuang surat ijo Surabaya, ” tandas Haryono.
Sementara Wakil Ketua KPSIS, Satrio menambahkan, ada beberapa tuntutan dari aksi demo di gedung DPRD Kota Surabaya,yakni agar Raperda Pengelolaan Aset Kekayaan Daerah Surabaya ini tidak disahkan, terutama soal retribusi izin pemakaian tanah (IPT).
Bayangkan, kata Satryo, di dalam pasal tersebut disebutkan, apabila warga surat ijo memiliki tunggakan retribusi, maka diwajibkan membayar denda tiga kali lipat.
Misalnya, tambah Satrio, rumah dirinya retribusinya Rp16 juta per tahun dan sejak 2003 tidak pernah membayar. Jadi hampir 19 tahun menunggak.
Misalnya dibuat rata-rata Rp10 juta lantas dikali 19 tahun. Jadi warga surat ijo harus membayar Rp190 juta dikali tiga kali lipat. Total Rp 570 juta yang harus dibayar.
“Jika kalau kami tidak membayar retribusi, maka akan dipenjara. Ini sangat mengkhawatirkan dan kami nilai Raperda Retribusi Kekayaan Daerah merupakan raperda yang sangat represif,” tegas Satrio.
Dalam rapat paripurna DPRD Surabaya tersebut, sejumlah agenda digelar yakni, di antaranya penyampaian pendapat akhir fraksi-fraksi atas Raperda tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang salah satu pasalnya, juga mengatur soal tarif retribusi dan sangsi denda penggunaan lahan pemerintah Kota berstatus sewa atau lebih dikenal sebagai lahan Surat Ijo. (dhi/r7)