Surabaya,(DOC) – Banjir di perkampung masih menjadi musuh besar bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan warga hingga saat ini. Oleh sebab itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi ingin, masalah banjir di perkampungan bisa diatasi bersama pemkot dan warga.
Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan, banjir di Surabaya tidak akan bisa diatasi jika warga tidak rasa saling peduli menjaga lingkungannya. Maka dari itu, Wali Kota Eri mengajak seluruh warga Surabaya untuk kerja bakti bersama, membuat saluran minimal 60 cm, membuang sampah pada tempatnya, dan lapor melalui Whatsapp grup Forum Komunikasi (WAG Forkom) RT, RW, dan LPMK, bila ada masalah yang menyebabkan banjir di lingkungannya.
“Saya minta kepada seluruh RT, RW, dan LPMK untuk mengirimkan foto ketika hujan ke dalam WAG Forkom, saya akan lihat semuanya. Saya juga mengapresiasi kepada warga, terima kasih sudah memberikan informasi itu, karena kalau tanpa adanya informasi dari warga, saya nggak akan pernah tahu (banjir),” kata Wali Kota Eri Cahyadi, Jumat (5/5/2023).
Seperti banjir yang terjadi Jumat (28/4/2023) lalu, setelah hujan sangat deras di wilayah Surabaya selatan, menyebabkan perkampungan di kawasan Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Dukuh Pakis terendam air. Kala itu, warga ramai-ramai melaporkan melalui WAG Forkom hingga sosial media, terkait kondisi terkini banjir yang terjadi di kawasan tersebut.
Warga tersebut diantaranya adalah Natan Indra Setiawan, 18, warga Dukuh Kupang Gang Lebar, RT 04/RW 07, Kecamatan Sawahan dan Mukri warga RT 03/RW 04, Pradah Kalikendal, Kecamatan Dukuh Pakis. Pada saat itu, keduanya melapor kondisi terkini banjir yang masuk hingga ke dalam rumah warga.
Menurut Wali Kota Eri, kedua warga Surabaya itu patut diapresiasi karena telah membantu pemkot memberi tahu ketika di kampungnya terjadi banjir pasca hujan deras. “Jadi saya ingin memberi apresiasi, karena yang saya tahu selama menjabat, yang banjir itu di Jalan Margorejo, Penghela, Ketintang, Ahmad Yani, dan sebagainya, itu semua sekarang sudah tidak banjir. Nah, sekarang di kampungnya (yang banjir), tanpa ada foto dari Mas Natan dan Pak Mukri akhirnya tahu, lah ternyata banyak yang banjir,” ujar Wali Kota Eri.
Dengan adanya keterbukaan melalui WAG Forkom ini, Wali Kota Eri mengaku, telah mengubah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialihkan sebagian untuk dana kelurahan (Dakel) dan penanganan banjir. Dengan diubahnya anggaran itu, ia meminta kepada lurah dan camat untuk bertemu dengan RT dan RW melakukan pendataan fasilitas publik yang ada di perkampungan.
“Jadi saya minta lurah dan camat itu untuk mendata, kampung mana saja yang tidak ada Penerangan Jalan Umum (PJU) dan yang ada banjir, sudah kami plot sekarang. Sehingga nanti ada yang dikerjakan menggunakan dakel tahun 2023, ada yang dikerjakan di tahun 2024,” jelasnya.
Wali kota yang akrab disapa Cak Eri Cahyadi itu menyampaikan, Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) dan Mendahului Perubahan Anggaran Keuangan (MPAK) itu telah disampaikan kepada DPRD Kota Surabaya dan disetujui untuk menyelesaikan permasalahan di perkampungan. “Anggaran tahun 2023 saya paksakan untuk itu semua, alhamdulillah bisa. Tanpa adanya WAG Forkom itu, saya menjadi tertutup dan tidak berani terbuka, bisa jadi tidak tahu kalau ada warga yang menderita,” sampainya.
Cak Eri tidak ingin ke depannya ada lagi Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang) di kelurahan tanpa ada tindak lanjut karena keterbatasan anggaran dakel. Artinya, lanjut dia, pemkot harus mengubah dan membuat skala prioritas anggaran untuk kepentingan warga di perkampungan menggunakan dakel.
Dalam kesempatan itu, Mukri sempat bertemu dengan Cak Eri di salah satu stasiun radio swasta di Surabaya. Warga RT 03/RW 04, Pradah Kalikendal, Kecamatan Dukuh Pakis itu mengaku, sejak tahun 1980-an, rumah dan lingkungan di sekitarnya sering terjadi banjir setinggi 1 meter pasca hujan deras.
Mukri mengungkapkan, masalah banjir sudah sering didiskusikan bersama dalam musrembang di kelurahan, akan tetapi hasilnya nihil akibat keterbatasan anggaran. Dengan adanya WAG Forkom RT, RW, dan LPMK yang dibuat Pemkot Surabaya, kini keluhannya direspon cepat oleh wali kota.
“Jadi saya foto dan video, saya kirimkan ke grup Forkom, langsung dijawab sama Pak Wali. Nggak tahunya ada Pak Wali di dalam WAG Forkom,” ungkap Mukri.
Mukri menerangkan, penyebab pertama banjir di kawasan tempat tinggalnya karena ada kali namun dangkal, sehingga tidak mampu menampung debit air.
Tak hanya soal itu, Mukri juga wadul soal saluran air yang terlalu kecil, sehingga ketika hujan air tidak mampu menampung air pasca hujan.
Meskipun sudah didiskusikan bersama di musrembang kelurahan, upaya itu hanya berakhir pada proses survey dan pengecekan saluran. Mukri berharap, masalah banjir di perkampungan sekitar rumahnya dapat direspon cepat oleh pemkot.
“Dari tahun 80-an sudah banjir, tapi nggak sampai masuk ke dalam rumah. Kemudian tahun 1990-an, semakin tinggi hingga masuk ke dalam rumah, sampai sekarang, karena kalinya dangkal. Bahkan sudah saya usulkan dalam musrembang di kelurahan, tapi tidak ada hasil,” tandasnya.(hm/r7)