D-ONENEWS.COM

Dewan Tak Kompak Soal Penertiban Minimarket

Surabaya,(DOC) – Sikap antar komisi di DPRD kota Surabaya ternyata tak kompak soal penertiban toko modern yang beroperasi di tengah pemukiman warga.

Jika sebelumnya Komisi C dan A mendead-line Satuan Polisi Pamong Praja(Satpol PP) kota Surabaya untuk segera menggelar penertiban minimarket yang tak mengantongi perizinan komplit, namun sikap tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mazlan Mansur.

“Langkah yang dilakukan Satpol-PP, justru melanggar Perwali dan Perda no 8 tahun 2014 yang masih memberikan ruang dan waktu untuk pengurusan perijinannya”, ungkap Mazlan.

Terdapat 396 minimarket yang direkomendasikan tutup oleh Ketua DPRD kota Surabaya karena tak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan(IMB) dan Izin High Ordinary(HO) atau izin lingkungan.
Data tersebut diperoleh dari Komisi A serta C DPRD Surabaya, usai menggelar rapat dengar pendapat dengan sejumlah Satuan Perangkat Kerja Daerah(SKPD) dilingkungan Pemkot Surabaya.
Satpol PP kota Surabaya, memulai penertiban toko modern dengan menutup 16 minimarket yang berada ditengah pemukiman warga, sebagai langkah awal penindakan rekomendasi para wakil rakyat lembaga legeslatif, Senin(30/3/2015).

“Saya kuatir, sikap tegas Pemkot terhadap keberadaan toko modern ini, akan menjadi liar dan rawan gugatan,”tegas Mazlan.

Politisi asal PKB ini mempertanyakan, pedoman penutupan paksa minimarket yang dilakukan oleh pihak Satpol PP.
Ia menambahkan, berdasarkan peraturan Walikota(Perwali), SKPD yang mempunyai hak untuk memonitor hingga mengevaluasi dan pembinaan adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan(Disperindagin) kota Surabaya, karena jika mengacu pada Perda no 8 tahun 2014, maka penertiban harusnya ditunda dulu.

Mazlan menjelaskan, Perda 8 tahun 2014, BAB VIII terdapat ketentuan lain-lain, yang didalamnya menyebutkan bahwa pelaku usaha toko swalayan atau minimarket, diberi waktu 3 bulan untuk mengajukan permohonan hasil kajian analisa Sosek(Social Ekonomi) sebagai salah satu persyaratan pengajuan ijin usaha toko swalayan(IUTS). Hal ini juga dipertegas dengan masa berlaku Perda tersebut, yang baru diundangkan tanggal 16 Maret 2015.
“Jangan lupa, bahwa yang membuat, membahas dan mengesahkan Perda itu adalah kami yang ada didewan bersama Pemkot Surabaya. Saya memang belum berkomunikasi dengan pimpinan (ketua DPRD Surabaya-red) untuk menjelaskan masalah itu,” jelasnya.

Selain rawan gugatan hokum, Ia juga kuatir, sikap tegas Pemkot Surabaya ini, berdampak pada iklim investasi di kota Surabaya. “Dampaknya jelas, bahkan investor akan banyak yang lari karena aturan investasi tidak jelas. Apalagi penertiban ini sepihak. Karena kalo dasar penertiban hanya izin HO dan IMB, maka bukan saja minimarket yang tak komplit, tapi restaurant, hotel dan RHU lainnya juga sama”, cetusnya mantan calon Wakil Walikota periode 2010 lalu.(r7)

Loading...