D-ONENEWS.COM

Balita Penderita Gizi Buruk Masih Ada Dikota Terbesar Kedua

Surabaya,(DOC) – Di Kota Surabaya ternyata masih ditemukan kasus gizi buruk. Kepala Dinas Kesehatan kota Surabaya, Febria Rahmanita, Rabu (25/1/2017) mengatakan, berdasarkan data jumlah balita penderita gizi buruk sekitar 0,13 persen.
“Prevalensi gizi buruk 0,13,” ujarnya, usai membuka Gebyar 1.000 Hari Pertama Kehidupan di Balai Pemuda.
Febria mengungkapkan, prevalensi (jumlah penderita gizi buruk) dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Ia menambahkan, menurunnya jumlah balita gizi buruk, selain karena sosialisasi, pihaknya melakukan pendampingan.
“Yang gizi buruk maupun yang kurang gizi kita damping,” katanya
Balita gizi kurang menurutnya, kondisinya tidak samopai buruk, namun hanya kekurangan gizi. Febria Rahmanita mengungkapkan, pihaknya memiliki data tentang kondisi para balita. Pasalnya, setiap bulan para orang tua menimbang balitanya ke posyandu.
“Balita yang gizi buruk maupun gizi kurang terus kita dampaingi sampai sehat,” tegasnya
Pola pendampingan yang dilakukan oleh dinas Kesehatan, diantarannya dengan memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentanhg cara memasak hingga mengolah makanan.
“Apa saja menunya. Ada pelatihan cara memasaknya,” katanya
Menanggapi kasus gizi buruk yang maish ada di Kota Surabaya, Anggota Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya, Reni  Astuti meminta pemerintah kota untuk memberikan penanganan khusus terhadap balita yang menderita. Meskipun jumlah penderita di Surabaya relative kecil.
“Sekecil apapun tetap harus ada perhatian,” harapnya
Pasalnya, menurut Reny, pada tahun 2013, Kota Surabaya menyandang Kota Sehat Swastisaba Pradapa. Artinya, semestinya tak ada lagi kasus gizi buruk di Kota Pahlawan ini.
“jika ada harus diketahui lokasinya, kemudian dilakuakn pendampingan,” tandas Politisi PKS
Reni mengakui, sebenarnya penanganan gizi buruk di Surabaya sudah cukup baik. Selama ini, balita mendapatkan makanan tambahan dari pemerintah kota. Pemberian makanan tambahan tidak hanya dilakukan di posyandu, melainkan juga puskesmas setempat, terutama terhadap balita yang didiagnosis menderita gizi buruk.
“Hal itu untuk memenuhi gizi balita tersebut,” terang alumnus ITS
Ia mengatakan, permasalah lain yang mendorong terjadinya kasus gizi buruk adalah ketidakaktifan orang tua di kegiatan posyandu yang ada dilingkungan sekitar. Namun, Reny optimis, persoalan gizi buruk bisa diatasi, karena dinas Kesehatan memiliki kader kesehatan.
“Di masyarakat, kader kesehatan cukup proaktif,” imbuhnya.
Reny menambahkan, penderita gizi buruk tak selamanya disebabkan oleh factor kemiskinan. Penderita gizi buruk juga bisa disebabkan oleh sakit yang mengakibatkan berat badan balita berkurang.
“Ada juga penderita karena sakit atau penyakit bawaan sehingga berat badannya tak sesuai standar,” pungkas Politisi PKS.(k4/r7)

Loading...