D-ONENEWS.COM

Emil Dardak Kenalkan Precarious Middle Income di Bloomberg Harvard City Leadership Initiative

 

Foto; Wagub Emil Dardak bersama Wali Kota Helsinki

Washington (DOC)- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak kembali hadir memenuhi undangan Bloomberg Foundation pada program Bloomberg Harvard City Leadership Initiative di Washington DC, USA sejak Minggu (27/10) hingga Selasa (29/10/2019).

Kehadirannya di acara roundtable kepala daerah tersebut merupakan ajang kedua kalinya bagi Emil Dardak. Sedang undangan pertamanya saat dirinya menjabat sebagai Bupati Trenggalek 2018 lalu.

Kehadiran Emil di acara tersebut merupakan wakil kepala daerah satu-satunya yang berasal dari kawasan Asia di ajang Bloomberg Harvard City Leadership Initiative. Hadir pula Michael Bloomberg.

Meski sudah menjabat sebagai Wakil Gubernur Jatim pun Bloomberg Harvard tetap mengharapkan Emil Dardak selaku alumni terlibat aktif dalam mendorong inovasi kebijakan pemerintahan daerah. Terutama Jatim dinilai sebagai provinsi dengan jumlah kabupaten dan kota terbanyak di Indonesia.

Roundtable tersebut dihadiri kepala daerah dari dalam dan luar Amerika Serikat. Terdapat 11 negara dari 5 benua yang terwakili dalam agenda CityLab 2019. Diantara yang hadir adalah Muriel Bowser dari Washington DC selaku tuan rumah, Zdenek Hrip dari Praha Ibukota Republik Ceko, Dagur Eggertson dari Reykjavik Ibukota Islandia, Jan Vapaavuori dari Helsinki Ibukota Finlandia, dan Mauricio Rodas dari Quito Ibukota Equador.

Tema yang dibahas tahun ini berfokus pada isu kesenjangan ekonomi, dimana kesempatan seorang anak untuk bisa meraih taraf ekonomi yang lebih baik dari orang tuanya relatif menurun signifikan. Hal ini yang disebut dengan istilah economic mobility.

Pada pembahasan itu, Emil Dardak memberi pandangan berbeda. Dirinya memperkenalkan istilah precarious middle income, yang menurut Emil Dardak diperoleh saat dirinya melakukan diskusi dengan Airlangga Pribadi, salah satu akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

“Justru banyak anak dari keluarga menengah yang kesulitan bertahan di pekerjaan kerah putih (white collar) karena disrupsi ekonomi, dimana di saat yang sama, upah minimum untuk pekerjaan kerah biru (blue collar) justru meningkat,” urainya.

Lebih lanjut Emil Dardak pun menyampaikan, “Itulah kenapa tidak sedikit lulusan sarjana menjadi guru honorer atau pegawai kantoran malah memperoleh gaji yang lebih rendah dari buruh pabrik. Namun untuk anak-anak dari keluarga kelas menengah justru merasa terdapat sebuah hambatan psikologis untuk mengambil pekerjaan kerah biru,” ujarnya.

“Pekerjaan yang dianggap jadi pintu masuk karir bagi kelas menengah adalah pekerjaan administratif, namun lowongan ini banyak hilang jika berkaca kepada job market fair Jatim tahun ini. Ini yang mendasari pemprov mencoba terobosan baru dengan Millennial Job Center (MJC) untuk memanfaatkan era freelance gig economy, dan BLK Intensif untuk meningkatkan keterampilan dan daya tarik pekerjaan sektor manufaktur,” tutur suami Arumi Bachsin ini.

Kepala daerah yang hadir kesemuanya berkomitmen bahwa peran pemerintah daerah sangat penting untuk mendorong economic mobility melalui berbagai intervensi yang harus dimulai sedini mungkin. (jipin/hm)

Loading...