D-ONENEWS.COM

JK Beberkan Alasan Terbitnya Edaran Sholat Jumat Berdasarkan Nomer Ponsel Ganjil-Genap

foto: Sholat Jumat Berjamaah di Masjid Al Muhajirin(dok)

Surabaya,(DOC) – Menyambut masa transisi new normal di tengah pandemic Covid-19,  Dewan Masjid Indonesia (DMI) menerbitkan surat edaran mengenai pelaksanaan Shalat Jumat berjamaah bergelombang berdasarkan nomor telepon selular.

Surat Edaran nomor 105-Khusus /PP-DMI/A/Vl/2020 itu, yang ditanda tangani oleh Ketua Umum Pengurus Pusat DMI Jusuf Kalla (JK), telah tersebar Selasa(16/6/2020).

“Bagi masjid yang jemaahnya banyak dan sampai membludak ke jalan dianjurkan melaksanakan Shalat Jumat dalam dua gelombang atau shift, yaitu gelombang pertama pada pukul 12.00 Wib dan gelombang kedua pukul 13.00 Wib,” tulis salah satu kutipan pesan dalam surat edaran DMI tersebut.

Pengaturan jemaah sholat Jumat dilakukan berdasarkan angka terakhir pada nomor ponsel kategori ganjil atau genap. Apabila pada hari Jumat bertepatan dengan tanggal ganjil, jemaah yang memiliki nomor ponsel berakhiran ganjil melaksanakan sholat Jumat pada gelombang pertama. Sedangkan bagi jemaah yang memiliki nomor handphone akhiran genap, menjalankan sholat Jumat berjamaah pada gelombang kedua. Hal ini akan berlaku pada hari dan tanggal sebaliknya.

Surat edaran DMI itu, juga mengatur pelaksanaan sholat Jumat di kantor atau gedung bertingkat yang dapat dilaksanakan berdasarkan pengaturan lantai.

Ketika berkunjung di Surabaya, Jawa Timur, Rabu(17/6/2020), JK menyatakan, bahwa dirinya memiliki sejumlah pertimbangan dalam menerbitkan surat edaran soal pelaksanaan Sholat Jumat berjamaah, dalam dua gelombang ganjil-genap berdasarkan nomer handphone.

Ia menyebut aturan ganjil genap dikeluarkan setelah dirinya melihat pelaksanaan Sholat Jumat berjamaah di beberapa daerah dalam dua pekan terakhir ini. Dengan penerapan physical distancing, kata JK, maka kapasitas masjid menjadi terbatas.

“Kalau kapasitas masjid katakanlah seribu jemaah, kalau dilonggarkan saf sholatnya satu meter, maka sisa kapasitas masjid jadi 40 persen, atau tinggal 400 jemaah. Kemana 600 jemaah sholat Jumat lainnya. Maka, akibatnya orang Sholat sekali, di jalan,” jelasnya.

Foto: Jusuf Kalla saat bertemu Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Grahadi

Ia menambahkan, ketika kapasitas masjid penuh akibat pemberian jarak saf sholat, maka para jemaah terpaksa melaksanakan sholat di halaman masjid hingga ke jalan raya. Kondisi ini, lanjut dia, justru berbahaya bagi jemaah terpapar virus corona.

“Paling berbahaya di jalan. Karena bisa saja orang di jalan itu dia batuk atau meludah di suatu tempat, dibawa oleh mobil. Dia shalat di jalan, maka sajadahnya tertular, dia bawa pulang sajadahnya di rumah, orang rumahnya bisa kena,” urai JK digedung negara Grahadi.

Berdasarkan pemikiran itu, kata JK, DMI mengusulkan sholat Jumat berjamaah dilaksanakan dengan bergelombang atau dua sif. Menurut dia, usulan DMI tersebut telah disetujui Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Solusinya harus dua sif, dan itu sudah disetujui oleh majelis ulama, yang keputusan boleh satu kali, boleh dua kali, dan itu secara agama sudah kita bicarakan. Bisa,” tandasnya.

Ia kembali menyebutkan, bahwa pembagian sif sholat Jumat menjadi dua gelombang adalah upaya agar seluruh umat Islam bisa beribadah dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Namun ia mengakui, masih terdapat masjid yang melaksanakan sholat Jumat berjamaah tanpa memberi jarak saf satu meter.

Hal ini sekaligus untuk mengantisipasi masjid penuh saat menggelar sholat Jumat berjamaah. Namun, JK menegaskan, bahwa pengaturan sholat Jumat berjamaah dengan dua gelombang berdasarkan nomer Ponsel ganjil-genap, bergantung juga pada pengurus dan takmir dimasing-masing masjid.

“Itu hanya cara, tidak mungkin dipaksakan. Kita berdosa kalau tidak memberikan kesempatan orang sholat Jumat berjamaah,” pungkas Wakil Presiden ke-12 Republik Indonesia ini.(hadi/div)

Loading...

baca juga